Pojok PanturaPojok Pantura

Pelajaran Berharga Untuk Seorang Ibu

 Pelajaran Berharga Untuk Seorang Ibu | Atas dasar ketulusan pengorbanan ibu yang berat, payah dan mulia, maka Allah mengangkat derajat ibu lebih tinggi dari kedudukan ayah. | Pojok Pantura

Pojok Pantura | PojokPantura.Com - Setiap orang yang lahir ke dunia pasti melalui rahim seorang ibu. Setelah dengan kepayahan melahirkan anaknya, ia juga bertanggungjawab atas terpeliharanya anak yang dilahirkannya. Mulai dari keselamatan, kesehatan sampai Pendidikan, ia harus ksetiap saat senantiasa membimbing anaknya tanpa kenal lelah. Atas dasar ketulusan pengorbanan seorang ibu yang begitu berat, payah dan mulia, maka Allah mengangkat derajat seorang ibu lebih tinggi dari pada kedudukan seorang ayah.

Rasulllah SAW pun ketika ditanya sahabat tentang lebih dahulu mana menghormati ayah atau ibu. Rasulullah menjawab menghormati ibu lebih dahulu dari pada ayah. Bahkan Rasulullah menjawabnya tegas dengan menyebut kata ibu sampai tiga kali, baru setelahnya ayah. Melihat jawaban Rasulullah itu, seharusnya setiap anak harus dan wajib berbakti kepada ibunya. Berbakti dalam seluruh hidupnya. Seorang anak harus mematuhi nasehat ibunya tanpa harus membantah sedikitpun. Ketika nasehatnya dibantah walau sedikit oleh anaknya, pastilah seorang ibu akan sakit hati dan sedih. Maka berdosalah si anak itu. Sebaliknya, ketika seorang anak senantiasa patuh kepada nasehat ibunya, maka bunya pun akan ridho kepadanya dan dapat dipastikan anak itu juga diridhoi oleh Allah.

Dengan kedudukan seorang ibu yang dimuliakan oleh Allah, ia dibekali dengan kemustajaban dalam berdoa, terutama berdoa untuk anak yang dilahirkan dan dibesarkannya. Mengetahui keistimewaan itu, seorang ibu selayaknya ketika berdoa kepada Allah, mintalah yang baik-baik untuk anaknya, baik itu anaknya patuh ataupun tidak kepadanya, karena itu akan menolong anaknya untuk mendapatkan kebaikan dan hidayah dari Allah dan sesungguhnya otomatis memberikan kebaikan pula kepada si ibu atas ketulusannya. Jangan sebaliknya, mendoakan anaknya yang tidak patuh dengan doa yang buruk, maka yang datang adalah keburukan untuk keduanya. Seperti kisah seorang ulama yang hanya satu kali tidak patuh kepada ibunya lalu ibunya mendoakan keburukan kepadanya, maka do aitu dikabulkan oleh Allah dan si ibu pun malu dan sedih karena doanya.

Dikisahkan, ada seorang ulama besar yg sangat masyhur. Dia ingin sekali pergi ke Mekah untuk melaksanakan umrah. Tetapi ibunya tidak memberikan izin, meski dirayu dengan segala cara. Akhirnya, nekatlah ulama tersebut berangkat ke tanah suci tanpa izin dari ibunya. Sang ibu yang ditinggal sendirian merasa sedih dan kecewa. Dalam munajat dan mujahadahnya dia berdoa, "Ya Rabb, anakku telah membakarku dengan api perpisahan. Berikanlah hukuman padanya."

Ketika ulama tadi sampai di sebuah kota pada suatu malam, masuklah ia ke masjid untuk beribadah. Pada waktu bersamaan, ada pencuri melakukan aksi di sebuah rumah. Pemilik rumah yang tahu kalau di rumahnya ada tamu tak diundang, lalu berteriak. Larilah si pencuri ke arah menuju masjid. Warga segera mengejar ke arah larinya pencuri. Ketika mereka sampai ke pintu masjid, mereka kehilangan jejak si pencuri. Ada yg berteriak, "Mungkin di dalam masjid." Mereka akhirnya masuk dan melihat hanya ada satu orang di sana sedang melaksanakan sholat. Spontan, ditangkaplah ulama tersebut dan diseret paksa ke hadapan walikota. Walikota memutuskan ulama tersebut harus dipotong kedua tangan dan kakinya. Serta kedua matanya dicongkel keluar. Dilaksanakanlah putusan hukuman tersebut. Orang-orang di pasar berteriak berulang-ulang, "Inilah hukuman pencuri." Tapi ulama tadi menimpali, "Jangan berkata seperti itu, tetapi katakanlah ini adalah balasan orang yg ingin pergi ke Mekah tanpa restu ibunya." Ketika ada sebagian orang mengenali ulama tersebut dan tahu fakta sebenarnya, mereka yang hadir di situ menangis dan menyesal. Mereka merasa telah salah tangkap dan menzalimi orang tidak bersalah.

Mereka akhirnya mengantar ulama tersebut pulang, dan diletakkan di depan pintu rumahnya. Ibunya selama ditinggal pergi sering berdoa, "Ya Rabb, jika Engkau menimpakan musibah kepada anakku, pulangkanlah ia kepadaku. Sehingga aku dapat berjumpa dengannya."

Didengarnya dari luar rumah ada suara orang berkata yang tak lain adalah anaknya sendiri,
"Aku musafir yang kelaparan, berilah aku makanan."
"Mendekatlah ke pintu!" jawab ibunya.
"Aku tidak punya kaki untuk bisa berjalan."
"Ulurkanlah tanganmu!"
"Aku tidak punya kedua tangan."
"Jika aku mendekatimu, ada keharaman antara kita (karena tidak ada hubungan mahram antara kita)."
"Jangan khawatir, kedua mataku buta."

Ibunya kemudian mengambil sepotong roti dan segelas air, lalu disuguhkan kepada anaknya. Ketika ibunya mendekat anaknya meletakkan wajah di telapak kaki ibunya, seraya berkata, "Aku anakmu yang durhaka." Ibu yang segera mengetahui orang tersebut adalah anak kandungnya, menangis dan berkata, "Ya Rabb, jika memang keadaannya seperti ini, cabutlah ruhku dan ruhnya sehingga tidak ada orang yang melihat aib ini." Sementara sang ibu masih bermunajat kepada Allah, seketika keduanya sudah tidak bernafas.

Kisah diatas seyognya menjadi pelajaran bagi kita atas kemustajaban doa ibu. Bagi seorang anak, hendaknya selalu berusaha membuat ibunya gembira dan tidak sakit hati atas kelakuan si anak. Ketika si anak mampu selalu memberikan kebahagiaan kepada ibunya, maka Allah pun akan memberikan kebahagiaan juga kepada si anak. Karena ridhonya Allah tergntung ridhonya orang tua (terutama ibu) dan surganya anak berada di telapak kaki ibu. Sedangkan bagi seorang ibu, haruslah berhati-hati dalam berucap terutama berdoa kepada anaknya dan jangan berdoa semena-mena mengikuti perasaannya. Seorang ibu dituntut dalam kaitan hubungan dengan anaknya untuk selalu sabar, tulus dan bertawakal kepada Allah. Karena itu membuat kedudukan seorang ibu jauh lebih mulia disisi Allah dan hal itu dapat memberikan kebaikan dan hidayah Allah jika si anak durhaka kepadanya.

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Alfiyan Dzulfikar
Alumni Ponpes Lirboyo Al-Mahrusiyah dan Mahasiswa Pascasarjana UNUSIA Jakarta.