Pojok PanturaPojok Pantura

Kisah dan Tragedi di Hari Asyura

 Kisah dan Tragedi di Hari Asyura | Memang hari Asyura adalah salah satu hari istimewa umat Islam, makanya perlu dimuliakan agar umat Islam mendapatkan keistimewaannya | Pojok Pantura

Empat hari lalu sebagian umat Islam memuliakan hari Asyura atau hari kesepuluh bulan Muharam. Memang hari Asyura adalah salah satu hari istimewa umat Islam, makanya perlu dimuliakan agar umat Islam mendapatkan keistimewaannya. Di antara cara memuliakan hari Asyura adalah dengan berpuasa sunnah. Selain berpuasa sunnah, banyak dikalangan umat Islam yang kaya, mereka bersedekah khususnya kepada anak-anak yatim piatu. Itulah beberapa cara ibadah yang digolongkan sebagai memuliakan hari Asyura.

Ada banyak peristiwa dan tragedy yang terjadi tepat di hari Asyura. Baik peristiwa yang menggembirakan maupun peristiwa yang dramatis sehingga membuat orang yang tahu akan bersedih dan menangis. Di antara peristiwa yang ada itu adalah peristiwa muallafnya seorang Nasrani karena memuliakan Asyura’ dan tentunya tragedy berdarah wafatnya cucu nabi SAW, sayyidina Husain RA di Karbala. Tentunya kisah-kisah yang ada diharapakan dapat memberikan hikmah dan kita bisa mengambil pelajarannya. Dua kisah ini akan penulis kisahkan sekelumit dalam tulisan ini.

Mualaf Karena Hari Asyura

Dinukil dari kitab Irsyad al-ibad karangan Zainudin al-Maribari, dikisahkan Syaikh Ali Yafi menceritakan, di sebuah daerah bernama Array (kota kuno di Iran Utara) ada seorang Qadhi (ahli hukum) yang kaya raya. Di suatu pagi yang cerah, bertepatan dengan hari Asyura datang seorang laki-laki miskin yang menjadi tulang punggung dari keluarga yang banyak namun miskin pula. Kedatangannya bermaksud meminta sedekah beberapa potong roti, beberapa iris daging dan beberapa keping dirham.

Kemudian qodhi menyanggupi permintaannya saat waktu Zuhur tiba dan laki-laki miskin itu pulang ke rumah dengan segenggam harapan untuk dapat makan di sore itu. Saat sudah masuk waktu Zuhur, dia kembali menemui qadhi. Namun qadhi itu kembali menunda janjinya sampai tiba waktu ashar. Dan saat waktu ashar sudah tiba, harapannya sirna dan keinginannya lenyap ditelan kekecewaan. Ternyata sang qadhi ingkar janji dan tak jadi memberi sesuatupun.

Dengan hati hancur, penuh kekecewaan dan kegundahan di dalam hati, dia pulang kerumah. Tetapi di tengah perjalanannya dia melihat seorang nasrani sedang berada di depan pintu rumahnya. Dengan terpaksa dia meminta pada Nasrani itu, “wahai tuan dengan kemuliaan hari ini berilah saya sesuatu” orang nasrani itu berkata, “ada kemuliaan apa hari ini?. lalu laki-laki miskin itu menuturkan sebagian sifat dan keistimewaannya di hari Asyura. Mendengar keistimewaan hari Asyura, kemudian Nasrani itu berkata, “saya bersumpah demi kemuliaan hari ini sebutkanlah apa yang kamu perlukan”. Dan selanjutnya laki-laki miskin itu diberi barang-barang yang diperlukan pakan lebih dari yang dia sebutkan.

Ketika hari berganti malam dalam tidurnya sang qadhi bermimpi melihat istana yang sangat indah. Emas perak dan mutiara merah melapisi istana tersebut. Dalam mimpinya dia bertanya, “untuk siapakah istana yang indah itu?”. Lalu ada suara yang menjawabnya, "sesungguhnya istana itu untukmu andaikan kamu mengabulkan permintaan dari orang miskin yang datang padamu di hari Asyura. Akan tetapi karena kamu menolaknya maka istana itu menjadi hak dari seorang nasrani yang telah memberi sedekah kepada lelaki miskin itu".

Seketika itu juga sang qadhi terbangun dari mimpi. Dia ketakutan dan menyesal yang teramat sangat. Di pagi buta dia segera menemui si Nasrani untuk menukar apa yang telah diberikan Nasrani kepada lelaki miskin dengan nilai yang berlipat ganda. Namun mendengar cerita dari sang qadhi dalam mimpinya tentang balasan dari Allah atas apa yang telah diberikan di hari Asyura kemarin, maka orang Nasrani tersebut menolak mentah-mentah tawaran harta berlimpah dari qadhi itu. Lantas orang nasrani itu segera berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat dan jadilah dia seorang muslim dan tinggallah sang qadhi di dalam penyesalan atas kebakhilannya di hari Asyura.

Tragedi Di Hari Asyura

Pada hari 10 Muharram 61 Hijriyah terjadilah peristiwa yang memilukan dalam sejarah Islam yaitu terbunuhnya sayyidina Husain (cucu Rasulullah) di sebuah tempat yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan peristiwa Karbala. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Muawiyah. Meskipun sebenarnya khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut.

Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang memang tahu dan membaca kisah lengkapnya. Apalagi terhadap orang yang dicintai Rasulullah, pasti Rasulullah akan mencintai dan memuliakannya juga orang yang mencintai cucunya itu. Tragedi ini juga salah satu kecelakaan sejarah dari system khilafah yang khalifahnya berjuang mati-matian menjaga mahkotanya. Tragedi ini jangan sampai diperingati dalam kejahilan, seperti melukai anggota tubuhnya sendiri sebagai rasa kesedihan dan penyesalan juga. Tragedi Karbala ini harus diperingati sebagai fakta sejarah yang harus diambil hikmah dan pelajaran dari perjuangan sayyidina Husein.

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Alfiyan Dzulfikar
Alumni Ponpes Lirboyo Al-Mahrusiyah dan Mahasiswa Pascasarjana UNUSIA Jakarta.