Pojok PanturaPojok Pantura

Berdakwah Dengan Cara Santun

 Berdakwah Dengan Cara Santun | Dakwah seyogianya harus mengedepankan aspek humanisasi, yaitu memanusiakan manusia, memosisikan manusia sebagai makhluk terbaik yang diciptakan Allah | Pojok Pantura

Pojok Pantura | PojokPantura.Com - Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, bukan menebarkan kebencian dan kekerasan yang dibenci umat manusia. Dakwah seyogianya harus mengedepankan aspek humanisasi, yaitu memanusiakan manusia, memosisikan manusia sebagai makhluk terbaik yang diciptakan Allah dengan perangkat super lengkap, mulai hati, akal, intuisi, instink, nafsu, dan jasad. Kearifan dan kelembutan menjadi keniscayaan untuk menarik orang lain masuk ke dalam agama Islam.

Menurut KH. Mustofa Bisri (2014), mengajak tidak sama dengan memerintah. Mengajak mengisyaratkan kesantunan, keramahan, lemah lembut, dan penuh kearifan. Tidak mungkin orang mau mengikuti ajakan orang dengan pendekatan kekerasan, paksaan, dan emosional. Mengajak tidak boleh membuat orang yang diajak lari karena ancaman dan paksaan yang dilakukan. Oleh sebab itu Allah Swt. dalam al Qur'an berfirman:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali Imran 3:159)

Dalam Tafsir Munir, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah sosok yang tidak keras, tidak kasar, tidak berteriak keras di pasar, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, tapi Nabi adalah sosok yang suka memaafkan dan membentangkan kasih sayang kepada umat. Nabi selalu melakukan musyawarah dalam urusan politik dan kemaslahatan umat. Dalam musyawarah terdapat banyak manfaat, seperti mengetahui pendapat banyak orang, mematangkan sebuah pemikiran, memperkuat persatuan, dan memilih pendapat terbaik. Dalam perang Badar, letak rumah, perang Uhud, perang Khandaq, perang Hudaibiyah, dan lain-lain, Nabi selalu bermusyawarah (Wahbah Zubaili, Tafsir Munir, 2009:2:469-471).

Dakwah nabi yang tidak keras tercermin dalam sebuah kisah saat pemuda bertanya tentang kebolehan berzina. Kisahnya suatu ketika ada seorang pemuda mendatangi Baginda Nabi saw. Dan berkata dengan polosnya “wahai Nabi Allah, apakah engkau mengizinkanku untuk berzina ?” sontak hal ini menyebabkan kericuhan kecil di kalangan Sahabat yang hadir disitu dan beniat hendak berbuat kasar padanya. Tak ingin terjadi keributan, Nabi mengambil alih, dengan lembut beliau bersabda “ bawa pemuda itu kepadaku” pemuda itu mendekat dengan takzim hingga duduk persis di depan Nabi.

“Apakah kau mau menzinai ibumu” Beliau mengawali, kaget mendengar apa yang di katakan Nabi, pemuda itu menjawab tegas “tidak, semoga Allah melindungiku”. “begitulah, manusia tidak mau berzina dengan ibunya” tangkas Nabi. “Apakah kau mau menzinai saudarimu?”dengan jawaban yang sama pemuda berkata “tidak, semoga Allah melindungiku”.

Baginda Nabi membalas “begitulah, manusia tidak mau berzina dengan saudarinya” pertanyaan Nabi dan jawaban pemuda itu tetap dan terus berlanjut hingga Baginda Nabi bertanya “Apakah kau mau menzinai bibimu?” masih dengan jawaban yang sama pemuda tadi menjawab “tidak, semoga Allah melindungiku” dan Nabi membalas “begitulah, manusia tidak mau berzina dengan ibunya”.

Setelah itu Baginda Nabi meletakkan tangannya yang mulia ke dada pemuda itu seraya berdoa “ Ya Allah bersihkan hatinya, ampuni dosanya dan jagalah kemaluannya (dari melakukan hal-hal buruk)” setalah kejadian ini, pemuda tersebut menjadi orang paling membeci terhadap perzinaan.

Banyak hal dari Rasulullah SAW yang dapat menjadi contoh bagaimana lembutnya beliau dalam berdakwah. Satu lagi adalah kisah seorang Arab Badui, yang datang dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Bahwa Abu Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah kelembutan beliau, Nabi SAW tetap membiarkan Arab Badui tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian barulah beliau menyuruh para sahabat untuk membersihkan bekas air kencingnya. Kelembutan Nabi SAW ini bukan tanpa alasan, jika Nabi SAW membiarkan orang-orang mengusirnya maka bisa jadi air kencing akan lebih banyak menyebar di lanatai masjid dan Nabi memberikan uzur kepada Arab Badui tadi dikarenakan ketidak tahuannya. Selain itu, agama ini datang dengan berbagai kemudahan bukan kesulitan.

Di ceritakan juga tentang seorang pemuda yang berpapasan dengan Shillah bin Asyim, pemuda itu membiarkan jubahnya terurai hingga menyeret di tanah (merupakan perilaku tidak baik), melihat hal ini orang-orang yang melihatnya hendak bertindak dengan kasar padanya untuk mengingatkan.

Namun Shillah bin Asyim mencegah “ tunggu, serahkan urusannya padaku” dengan lembut ia berkata kepada pemuda itu “wahai anak saudaraku (panggilan keayahan), aku ada perlu denganmu” mendengar sambutan hangat ini, dengan lapang dada pula pemuda tersebut mengiyakan “ keperluan apa paman?” “aku ingin kau sedikit mengangkat jubahmu itu” “oh, iya dengan senang hati paman” iapun sedikit menaikkan jubahnya.

Setelah itu Shillah bin Asyim bekata kepada sahabat-sahabatnya yang tadi berniat berlaku kasar pada si pemuda “kalau kalian tadi bertindak kasar padanya, niscaya ia takkan menuruti permintaan kalian, bahkan ia akan mencaci kalian”.

Membaca cerita-cerita diatas, dalam kaitannya dengan upaya dakwah Islamiyah, hal ini dapat dijadikan contoh baik bagi upaya dakwah Islam sekarang. Artinya, umatnya sebagai penerus perjuangan dan pengamal ajarannya, harus mencontohnya sikap santun dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. Dengan begitu, diharapkan Islam tersebar dengan cara-cara yang santun, terhormat, dan bersahabat, yang akhirnya banyak orang simpatik dan menganut Islam yang damai itu sendiri.

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Alfiyan Dzulfikar
Alumni Ponpes Lirboyo Al-Mahrusiyah dan Mahasiswa Pascasarjana UNUSIA Jakarta.