Pojok PanturaPojok Pantura

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan melalui Media Bahan Alam

 Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan melalui Media Bahan Alam  |  | Pojok Pantura

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) merupakan salah satu bentuk pendidikan Anak Usia Dini yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagai lembaga pendidikan prasekolah. Tugas utama pendidikan di TK adalah untuk mempersiapkan anak dengan mengenalkan berbagai pengetahuan, keterampilan,dan sikap atau perilaku agar anak dapat mempersiapkan kegiatan belajar ke tingkat berikutnya yaitu di sekolah dasar. Agar dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak, maka perlu adanya pengembangan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak dan dituntut untuk selalu menyajikan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberi konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata (Sujiono dkk, 2018: 6.3), karena di usia ini merupakan tahap “golden age” atau usia emas yang didalamnya terdapat “masa peka” yang datang hanya sekali. Masa peka adalah masa dimana perkembangan anak dituntut secara optimal untuk mengembangkan kemampuannya. Upaya pengembangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk melalui pemainan berhitung. Permainan berhitung di Taman Kanak-Kanak (TK) tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental, sosial, dan emosional,oleh karenanya dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan menarik, dan menyenangkan.

Menurut Pusat Pembinaan Bahasa dalam Sujiono (2018), matematika adalah ilmu yang digunakan dalam penyelesaian personal mengenai bilangan. Sedangkan menurut Sumantri dalam Sujiono (1992) matematikan adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial dan baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.

Belajar matematika sangat penting untuk anak usia dini karena dapat mengembangkan beberapa aspek kemampuan pada anak, melalui kegiatan belajar sambil menerapkan permainan matematika secara tidak langsung anak akan memiliki keterampilan berpikir secara sistematis. Selain itu anak dapat menyesuaikan diri dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung (Sujiono, 2018:9.4).

Jika anak tidak diajarkan pengenalan berhitung sejak dini maka anak akan kesulitan menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kehidupan sehari-hari memerlukan konsep berhitung.

Berdasarkan pengamatan di TK ABA 02 Gempolsewu, penulis menemukan adanya masalah yaitu rendahnya kemampuan anak dalam belajar berhitung. Pada pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan hanya 1 anak atau 8% saja dari 13 anak yang Berkembang Sangat Baik (BSB) dalam pengembangan konsep berhitung bermulaan. Sedangkan yang Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 1 anak atau 8%, Mulai Berkembang (MB) sebanyak 5 anak atau 38% dan yang Belum Berkembang (BB) sebanyak 6 anak atau 46%. Selain itu masih kurangnya media dan sumber belajar yang digunakan oleh guru untuk menunjang pembelajaran berhitung. Kurangnya media dan sumber belajar ini disebabkan oleh kurangnya kreatifitas guru dalam menciptakan alat peraga sebagai penunjang pembelajaran.

Permasalahan lain yang terjadi di TK ABA 02 Gempolsewu adalah metode yang digunakan oleh guru masih menggunakan metode drill dan praktek-praktek 5 paper-pencil test. Pada pengembangan kognitif khususnya pada pembelajaran berhitung, guru memberikan perintah kepada anak agar mengambil buku tulis dan pencil masing-masing. Selanjutnya guru memberi soal kepada anak dipapan tulis,anak harus mengisi soal tersebut dibuku tulis dengan memberi contoh satu soal kemudian anak berusaha menghitung sendiri hasil dari penjumlahan dan pengurangan tersebut. Cara belajar inilah yang membuat anak-anak merasa jenuh dan bosan sehingga pada kegiatan berhitung permulaan terlihat menurun.

Melihat kondisi diatas maka guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan anak dengan perbaikan pembelajaran yang diharapakan dapat meningkatkan hasil pembelajaran dalam berhitung permulaan dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang bermakna, kreatif dan menyenangkan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Media Bahan Alam Pada Kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu Tahun Ajaran 2019/2020.”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah meningkatkan kemampuan berhitung permulaan melalui media bahan alam pada kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan kegiatan menggunakan media bahan alam dalam upaya meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan pada kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baik bagi siswa, guru, peneliti dalam memperbaiki proses pembelajaran berhitung di kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu.

a. Bagi Anak

Dapat meningkatkan kemampuan berhitung dengan menggunakan media bahan alam yang edukatif, kreatif dan menyenangkan.

b. Bagi Guru

Menambah pengetahuan dan mengembangkan kemampuan guru dalam ciptakan media permainan yangedukatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat memotivasi belajar anak dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.

c. Bagi Sekolah

Kemampuan guru dalam melakukan PTK dengan berbagai strategi perbaikan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara optimal.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli

Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu Action Research yang dilakukan di kelas melalui refleksi untuk memperbaiki hasil belajar siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Action Research, sesuai dengan arti katanya, diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr & Kemmis (McNiff, 1991, p.2) didefinisikan sebagai berikut (Wardhani, 2019:1.4) :

a. Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri.
b. Penelitian tindakan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang di teliti, seperti ; guru, siswa, atau kepala sekolah.
c. Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.
d. Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki dasar pemikiran dan kepantasan dari praktik-praktik, pemahaman terhadap praktik tersebut, serta situasi atau lembaga tempat praktek tersebut dilaksanakan.

Menurut Rapoport dan Hopkins, pengertian penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka etika yang di sepakati bersama.

Sedangkan menurut Rochman Natawijaya PTK adalah kajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, atau memperbaiki sesuatu. Sementara itu, menurut pendapat Suyanto PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan- tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional (https;//koreshinfo,blogspot,com/2016/02/pengertian-ptk-penelitian-tindakan,html).

2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Menurut Wardhani, dkk (2019:1.5) karekteristik penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebagai berikut :

a. Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini mmepunyai masalah yang perlu diselesaikan.
b. Self-reflective inquiry atau penelitian melalui refleksi diri merupakan ciri PTK paling sensial.
c. Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, sehingga fokus penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.
d. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.

3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas (PTK) mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru, pembelajaran maupun bagi sekolah, diantaranya sebagai berikut (Wardhani, 2019:1.19-1.25) :

1. Manfaat PTK bagi Guru antara lain sebagai berikut :

a. PTK dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya karena sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran.
b. Dengan melakukan guru dapat berkembang secara profesional karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
c. PTK membuat guru lebih percaya diri.
d. Melalui PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri.

2. Manfaat PTK bagi Pembelajaran/Siswa

Menurut (Raka Joni, Kardiawarman, & Hadisubroto, 1998) PTK mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pembelajaran karena tujuan PTK adalah memperbaiki pembelajaran dengan sasaran akhir memperbaiki belajar siswa. Dengan adanya PTK kesalahan dalam proses pembelajaran akan cepat dianalisis dan diperbaiki, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.

3. Manfaat PTK bagi Sekolah

Menurut Hargreaves (dalam Hopkins 1993), sekolah yang berhasil mendorong terjadinya inovasi pada diri para guru telah berhasil pula meningkatkan kualitas pendidikan untuk para siswa. Sekolah yang para gurunya sudah mampu membuat perubahan/perbaikan mempunyai kesempatan yang besar untuk berkembang pesat.

Dengan terbiasanya para guru melakukan PTK, berbagai strategi/teknik pembelajaran dapat dihasilkan dari sekolah ini untk disebarluaskan kepada sekolah lain. Dengan demikian, sekolah mempunyai kesempatan yang besar untuk berubah secara menyeluruh. Dalam konteks ini, PTK memberikan sumbangan positif terhadap kemajuan sekolah yang tercermin dari peningkatan kemmapuan profesional para guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa, serta kondusifnya iklim pendidikan di sekolah tersebut.

4. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Langkah-langkah dalam PTK merupakan satu daur ulang atau siklus yang terdiri dari (Wardhani, 2019:2.4) :

a. Merencanakan Perbaikan

Untuk merencanakan perbaikan terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi masalah serta analisis dan perumusan masalah.

b. Melaksanakan Tindakan

Melakukan tindakan merupakan realisasi dari rencana yang kita buat. Pelaksanakan tindakan dimulai dengan mempersiapkan rencana pembelajaran dan skenario tindakan.

c. Mengamati

Agar tindakan yang kita lakukan dapat kita ketahui kualitasnya, kita perlu melakuan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini kita akan dapat menentukan apakah ada hal-hal yan harus segera diperbaiki agar tindakan dapat mencapai tujuan yang kita inginkan.

d. Melakukan refleksi

Refleksi sebagai tindakan akhir adalah kita mencoba melihat/merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa.

Gambar 2.1 Bagan Tahapan Penelitian Tindakan Kelas

B. Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

Batasan tentang anak usia dini antara lain disampaikan oleh NAEYC (National Association for The Education of Young Children) dalam Aisyah (2014), yang mengatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang 0-8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri, TK, dan SD (NAEYC, 1992).

Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasat 1 ayat 14 ( Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa pendidikan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Aisyah, dkk, 2014:1.3).

2. Karakteristik Anak Usia Dini

Secara psikologis anak usia dini memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan anak yang usianya di atas delapan tahun. Anak usia dini yang unik memiliki karakteristik sebagai berikut (Suryana, 2017:1.8) :

a. Anak Bersifat Egosentris

Pada umumnya anak masih bersifat egosentris, ia melihat dunia dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati ketika anak saling berebut mainan, atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun tidak dipenuhi oleh orang tuanya. Karakteristik ini terkait dengan perkembangan kognitif anak.

b. Anak Memiliki Rasa Ingin Tahu (Curiosity)

Anak berpandangan bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini mendorong rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Rasa ingin tahu anak sangat bervariasi, tergantung apa yang menarik perhatiannya.

c. Anak Bersifat Unik

Anak memiliki keunikan sendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh masing- masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan, dan latar belakang budaya serta kehidupan yang berbeda satu sama lain.

d. Anak Memiliki Imajinasi dan Fantasi

Anak memiliki dunia sendiri, berbeda dengan orang di atas usianya. Mereka tertarik dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya dengan fantasi. Terkadang mereka bertanya tentang sesuatu yang tidak dapat ditebak oleh orang dewasa, hal ini disebabkan mereka memiliki fantasi yang luar biasa dan berkembang melebihi dari apa yang dilihatnya.

e. Anak Memiliki Daya Konsentrasi Pendek

Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Rentang konsentrasi anak usia lima tahun umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman.

3. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-Kanak

Kartini Kartono dalam Syamsu Yusuf (2002) mengungkapkan ciri khas anak masa kanak-kanak sebagai berikut (Suryana, 2017:1.38):

a. Bersifat Egosentris Naif

Seorang anak yang egosentris naif memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit.

b. Relasi Sosial yang Primitif

Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.

c. Kesatuan Jasmani dan Rohani yang Hampir Tidak Terpisahkan Dunia lahiriah dan batiniah anak belum dapat dipisahkan,

anak belum dapat membedakan keduanya. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan, dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya.

d. Sikap Hidup yang Fisiognomis

Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung Anak memberikan atribut/sifat lahiriah atau sifat konkret, nyata terhadap apa yang dihayatinya.

C. Hakikat Kemampuan Berhitung Permulaan

1. Pengertian Kemampuan

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.

Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecapakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) untuk melakukan sesuatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaam sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

Ada pula pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan atu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri invidu tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki (ian43,wordpress,com).

2. Pengertian Berhitung Permulaan

Menurut Susanto (2011) kemampuan berhitung permulaan adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuan dan karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkatkan kemampuan tersebut ketahap mengenai jumlah yaitu berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.

Sedangkan menurut Sriningsih dalam https;//tipsserbaserbi,blogspot,com/2016/02/pengertian-kemampuan-berhitung-pada-anak-usia-dini,html (2008) kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 4 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan keterampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar bagi anak.

3. Tahap dan Prinsip Kemampuan Berhitung

Berbagai cara dapat dilakukan oleh guru dan orang tua untuk mengembangkan atau meningkatkan kemmapuan berhitung permulaan, kemampuan berhitung merupakan kemampuan untuk menggunakan ketrampilan berhitung. Tahapan yang dapat dilakukan untuk membantu mempercepat penguasaan berhitung melalui jalur matematika, misalnya; tahapan penguasaan konsep, tahapan transisi, dan pengenalan lambang (Depdiknas, 2007 : 7-8).

Pertama adalah tahap penguasaan konsep, dimulai dengan mengenalkan konsep atau pegertian tentang sesuatu dengan konsep atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda-benda yang nyata, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan.

Tahap kedua yaitu tahap transisi merupakan peralihan dari pemahaman secara konkret dengan menggunakan benda-benda nyata menuju kearah pemahaman secara abstrak.

Tahapan yang ketiga ialah tahap pengenalan lambang dimana setelah memahami sesuatu secara abstrak maka anak dapat dikenalkan pada tingkat penguasaan terhadap konsep bilangan dengan cara meminta anak melakukan proses penjumlahan dan pengurangan melalui penyelesaian soal.

Konsep pengurangan dan penjumlahan dapat dilakukan dengan menggunakan permainan yang disesuaikan dengan kemampuan anak, dan melibatkan kreativitas guru atau pembimbing dalam meningkatkan permainan agar hasil dari permainan ini sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tahapan bermain hitung atau matematika pada anak usia dini dengan mengacu pada hasil penelitian Jean Pieget dalam (http;//scancopypaste,blogspot,com/2009/04/bermain-hitung- matematika-pada,html) tentang intelektual yang menyatakan bahwa anak usia 2-7 tahun berada pada tahap pra operasional, maka penguasaan kegiatan berhitung pada anak usia TK akan melalui tahapan sebagai berikut :

a. Tahap konsep/pengertian

Pada tahap ini anak bereksplorasi untuk menghitung segala macam benda-benda yang dapat dihitung dan dapat dilihatnya. Kegiatan menghitung ini harus dilakukan agar anak tertarik dengan kegiatan pengembangan tersebut sehingga benar-benar dipahami oleh anak. Pada tahap ini guru atau orang tua harus dapat memberikan pembelajaran yang menarik dan berkesan sehingga anak tidak menjadi jera atau bosan.

b. Tahap transisi/peralihan

Tahapan transisi merupakan masa peralihan dari konkret kelambang. Tahap ini adalah saat anak mulai benar-benar memahami. Untuk itulah maka tahap ini diberikan apabila konsep sudah dikuasai anak dengan baik yaitu saat anak mampu menghitung yang terdapat kesesuaian antara benda yang dihitung dan bilangan yang disebutkan.

c. Tahap Lambang

Kegiatan dimana anak sudah diberi kesempatan menulis sendiri tanpa paksaan yaitu berupa lambang bilangan sebagai jalur dalam mengenalkan kegiatan berhitung atau matematika.

Selanjutnya menurut Depdiknas (2000:8) mengemukakan prinsip-prinsip dalam menerapkan permainan berhitung di Taman Kanak-Kanak yaitu; permainan berhitung diberikan secara bertahap, diawali dengan menghitung benda-benda atau pengalaman peristiwa konkret yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar dan melalui tingkat kesukarannya, misalnya dari konkret ke abstrak, mudah ke sukar, dan dari sederhana ke yang lebih kompleks.

Selain itu bahasa digunakan di dalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya menggunakan bahassa sederhana dan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar. Lebih lanjut Yew (dalam Susanto, 2011:103) mengungkapkan beberapa prinsip dalam mengajarkan berhitung pada anak diantaranya membuat pelajaran yang menyenangkan, mengajak anak terlibat secara langsung, membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung (agroedupolitan,blogspot,com).

Dari prinsip-prinsip diatas, dapat disimpulkan prinsip- prinsip berhitung untuk anak usia dini yaitu pembelajaran yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain atau permainan yang diberikan secara bertahap,menyenangkan bagi anak didik dan tidak memaksakan kehendak guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung menyelesaikan masalah- masalahnya.

4. Manfaat Pengenalan Berhitung

Kecerdasan matematika mencakup kemampuan untuk menggunakan angka dan perhitungan, pola dan logika, dan pola pikir ilmiah. Secara umum permainan matematika bertujuan mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sejak dini sehingga anak-anak akan siap mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang berikutnya yaitu sekolah dasar.

Menurut Suyanto (2005:57) manfaat utama pengenalan matematika, termasuk didalamnya kegiatan berhitung ialah mengembangkan aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis. Sedangkan permainan matematika menurut Siswanto (2008:44) mempunyai manfaat bagi anak-anak, dimana melalui berbagai pengamatan terhadap benda disekelilingnya dapat berfikir secara sistematis dan logis, dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungannya yang dalam keseharian memerlukan kepandaian berhitung (https;//tipsserbaserbi,blogspot,com/2016/02/pengertian-kemampuan-berhitung-pada-anak-usia-dini,html).

Selanjutnya dalam Sujiono (2018:9.5) pemainan matematika pada anak usia dini bermanfaat untuk :

a. Membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik, dan menyenangkan.
b. Menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal.
c. Membantu anak belajar matematika secara alami melalui bermain.

D. Media

1. Pengertian Media

Menurut Heinch, dkk. (1993) dalam Badru Zaman, dkk. (2017) media merupakan saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara, yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver). Dengan kata lain media pembelajaran sebagai penerapan ilmiah tentang proses belajar pada manusia dalam tugas praktis belajar mengajar.

Ali (1992) berpendapat bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat memberikan rangsangan untuk belajar. Sementara itu Gagne (1990) berpendapat bahwa kondisi berbasis media meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada para pembelajar dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.

Selanjutnya Miarso (2004) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan sehingga dapat menolong terjadinya proses belajar. Sementara menurut Arif S. Sadirman (1984) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar seperti film, buku, dan kaset (https;//kelompoklansia,wordpress,com/2017/12/03/media-pembelajaran/).

2. Jenis Media Pembelajaran

Jenis media pembelajaran dalam www.asikbelajar.com yaitu sebagai berikut :

a. Media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat, seperti ; foto, gambar, poster, kartun, grafik dll.
b. Media audio yaitu media yang hanya dapat di dengar saja, seperti ; kaset audio, mp3, radio.
c. Media audio visual yaitu media yang dapat di dengar sekaligus di lihat, seprti ; film bersuara, video, televisi, dan sound slide.
d. Multimedia yaitu media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap, seperti ; animasi. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet, dan pembelajaran berbasis komputer.
e. Media realita yaitu media nyata yang ada di lingkungan alam, seperti; binatang, biji-bijian, daun,kayu, dan batu-batuan.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat media pembelajaran khususnya di lembaga PAUD (Badru Zaman, 2017:3.14) diantaranya :

a. Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkarannya.
b. Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.
c. Membangkikan motivasi anak.
d. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
e. Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh anak.
f. Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.
g. Mengontrol arah dan kecepatan belajar anak.

4. Fungsi Media Pembelajaran

Fungsi media pembelajaran menurut Hamalik (2008) dalam http;//www,definisi-pengertian,com/2015/10/definisi-pengertian- media-pembelajaran-ahli,html adalah sebagai berikut :

a. Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif
b. Penggunaan media merupakan bagian internal dalam system pembelajaran.
c. Media pembelajaran penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
d. Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami materi yang disajikan oleh Guru dalam kelas.
e. Penggunaan media dalam pembelajaran dimaksudkan untuk mempertinggi mutu pendidikan.

E. Media Bahan Alam

1. Pengertian Media Bahan Alam

Bahan alam merupakan bahan atau material yang ada di alam sekitar. Bahan alam terdapat di alam dan ditemukan di tanah dari hewan dan tumbuhan (Whittaker, 2004:46) dalam media.neliti.com Bahan alam mudah mudah ditemukan disekitar lingkungan anak. Bahan alam juga terdapat diluar pintu kita atau dapat diperoleh dekat tempat tinggal kita (Miller, 2009:64) dalam media.neliti.com. Bahan alam merupakan bahan yang tak terbatas dan mudah ditemukan hampir di lingkungan sekitar.

Penggunaan bahan alam akan mempengaruhi pengetahuan anak, bermain dan mengekspresikan ide. Bahan yang digunakan anak dapat menstimulasi daya kreatif imajinasi anak dan ekspresi artistik (Charney dalam Isenberg & Jalongo, 2010:279) dalam https;//media,neliti,com/media/publications/260128-penggunaan- media-bahan-alam-untuk-mening-5b843004,pdf. Penggunaan bahan alam juga dapat digunakan untuk lebih dari sekali tema atau kegiatan yang akan di pakai dalam berbagai pembelajaran.

Dari definisi diatas media bahan alam merupakan alat interaksi atau komunikasi dengan menggunakan bahan yang berada di alam sekitar anak. Memanfaatkan bahan alam sebagai media menjadikan anak dapat belajar konkret.

2. Pemanfaatan Bahan Alam untuk Pembelajaran

Tujuan dari pemanfaatan bahan alam untuk pembelajaran antara lain:

a. Menambah media bermain.
b. Memotivasi guru untuk mengembangkan dirinay secara kreatif untuk menciptakan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar.
c. Memungkinkan anak terlibat secara aktif dalam menciptakan alat permainan yang berasal dari bahan alam.

3. Fungsi Bahan Alam

Setiani (dalam Montolalu, 2007) menjabarkan fungsi bahan alam sebagai berikut (Musfiroh, 2015:6.9) :

a. Batu-batuan

Batu-batuan dapat digunakan sebagai alat berhitung, bunyi-bunyian, dan dapat disusun menjadi berbagai bentuk binatang.

b. Kayu

Kayu dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat alat permainan, seperti mobil-mobilan. Kayu yang berupa ranting dapat digunakan sebagai bahan membuat pohon hiasan dan sebagainya.

c. Daun-daun Kering

Daun dapat digunakan sebagai alat untuk melukis atau prakarya, seperti membuat topi, boneka dari daun, dan mencetak.

d. Biji-bijian

Biji-bijian yang berupa biji buah-buahan atau kacang-kacangan dapat digunakan sebagai alat berhitung, dirangkai menjadi hiasan, dan untuk bermain congklak.

e. Pelepah

Pelepah dapat berupa pelepah daun pisang yang dapat digunakan untuk membuat kuda-kudaan atau alat musik, pelepah daun singkong untuk membuat baling-baling, dan pelepah daun pepaya yang dapat digunakan untuk membuat alat roncean dan alat cap.

f. Bambu

Bambu dapat dimanfaatkan menjadi alat musik dan alat bangunan.

4. Penggunaan Media Bahan Alam Untuk Anak Usia Dini

Bahan alam yang digunakan sangat beragam dan penggunaan yag dilakukan diharapkan tepat sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar anak.

Penggunaan media bahan alam mendukung anak melalui belajar, menstimulasi imajinasi, mudah untuk mengingat tentang pengalaman yang bermakna dan membangun komunikasi (Isenberg & Jalongo, 2010:279) dalam https;//media,neliti,com/media/publications/260128- penggunaan-media-bahan-alam-untuk-mening-5b843004,pdf). Selain itu mendekatkan anak pada alam dapat mengembangkan kecerdasan naturalis anak dan anak akan dekat dengan alam.

BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN

A. Subjek Penelitian

1. Tempat : TK ABA 02 Gempolsewu

Alamat : Dukuh Randusari RT. 01 / RW. 13 Desa Gempolsewu Kec. Rowosari Kab. Kendal
Usia : 5-6 Tahun
Tema : Lingkunganku dan Tanaman
Bidang Pengembangan : Konsep Berhitung Permulaan

2. Waktu Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran terdiri dari 2 siklus:

a. Siklus I

Hari, tanggal : Senin-Selasa, 27-28 April 2020 Pukul : 08.00-10.00

b. Siklus II

Hari, tanggal : Senin-Selasa, 4-5 Mei 2020 Pukul : 08.00-10.00

3. Karakteristik Anak Kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu

Penelitian ini dilakukan pada anak didik kelompok B usia 5-6 tahun di TK ABA 02 Gempolsewu yang berjumlah 13 anak. Latar belakang anak didik sangat bervariatif, apalagi mereka berada di lingkungan masyarakat nelayan sehingga kemampuan belajar anakpun berbeda-beda.

Kemampuan anak di kelompok usia 5-6 tahun dilihat dari kemampuan belajar masih sangat rendah. Dari 13 anak terdapat 1anak yang berkembang sangat baik (BSB), 1 anak berkembang sesuai harapan (BSH), 5 anak mulai berkembang (MB), 6 anak belum berkembang (BB).

B. Deskripsi Per Siklus

Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan 2 (dua) siklus yaitu siklus I dan siklus II, tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Perencanaan perbaikan dilaksanakan dengan menentukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengenalkan kemampuan berhitung permulaan pada anak melalui media bahan alam yang dituangkan dalam perencanaan kegiatan sebagai berikut :

1) Identifikasi masalah, analisis masalah, dan rumusan masalah.
2) Menyusun rancangan satu siklus yang menekankan pada kegiatan penjumlahan dan pengurangan.
3) Menyusun skenario perbaikan.
4) Menyusun lembar pengamatan
5) Menyiapkan media yang akan digunakan.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan perbaikan dilaksanakan dengan mengirim video lewat WA grup wali murid dengan link https;//youtu,be/9r5uRLIZvoM untuk siklus I pertemuan 1 dan https;//youtu,be/ZQV4W7fP5PY untuk siklus I pertemuan 2. Kegiatan perbaikan tersebut dikerjakan secara daring dirumah masing-masing peserta didik. Adapun perencanaan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan ditunagkan dalam perencanaan kegiatan satu siklus sebagai berikut :

RPP Pertama

1. Kegiatan awal :

1) Penerapan SOP pembukaan
2) Menyanyi lagu Satu-satu aku sayang ibu
3) Berdiskusi tentang kebersian lingkungan rumah
4) Mengenal kegiatan dan aturan yang akan digunakan

2. Kegiatan inti :

1) Penjumlahan dengan media batu kerikil

3. Kegiatan akhir :

1) Review kegiatan pembelajaran
2) Guru mengirim pesan lewat WA grup wali murid agar mengirimkan hasil pekerjaan anak
3) Menyanyi lagu Satu ditambah satu
4) Berdoa, salam

4. Langkah-langkah perbaikan :

1) Guru menyiapkan media batu kerikil
2) Guru menghitung bersama jumlah batu kerikil
3) Guru memberi contoh penjumlahan dengan batu kerikil
4) Guru meminta anak untuk melakukan kegiatan penjumlahan menggunakan media batu kerikil dirumah masing-masing

RPP Kedua

1. Kegiatan awal :

1) Penerapan SOP pembukaan
2) Menyanyi lagu Kasih ibu
3) Berdiskusi tentang nama ibu
4) Mengenal kegiatan dan aturan yang akan digunakan

2. Kegiatan inti :

1) Pengurangan dengan media batu kerikil

3. Kegiatan akhir :

1) Review kegiatan pembelajaran
2) Guru mengirim pesan lewat WA grup wali murid agar mengirimkan hasil pekerjaaan anak
3) Menyanyi lagu kasih ibu
4) Berdoa, salam

4. Langkah-langkah perbaikan :

1) Guru menyiapkan media batu kerikil
2) Guru menghitung bersama jumlah batu kerikil
3) Guru memberi contoh pengurangan dengan batu kerikil
4) Guru meminta anak untuk melakukan kegiatan pengurangan dengan media batu kerikil dirumah

c. Pengamatan

Dalam perbaikan pembelajaran yang dilakukan secara daring, guru mempersiapkan langkah-langkah pembelajaran untuk dikerjakan dirumah, kemudian guru mengamati hasil pekerjaan anak lewat kiriman foto ataupun video kegiatan yang dikirim oleh wali murid. Adapun hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut :

1. Untuk Guru

a. Persiapan mengajar, penggunaan alat peraga
b. Pembukaan kegiatan, penyampaian materi, penutupan
c. Penguasaan materi
d. Penyajian materi
e. Mengirim materi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan batu kerikil lewat WA grup
f. Pelaksanaan bimbingan dan evaluasi melalui WA grup dengan menanyakan kepada orang tua tentang kendala kegiatan pembelajaran secara daring

2. Untuk Anak

a. Mengerjakan tugas yang sudah dikirimkan guru
b. Mengirim hasil pekerjaan anak berupa foto atau video melalui WA grup dengan dampingan orang tua
c. Anak melakukan kegiatan dengan bersemangat
d. Minat belajar semakin bertambah
e. Pemahaman anak terhadap materi pembelajaran
d. Refleksi

Setelah melakukan kegiatan pembelajaran pada siklus I dengan kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan menggunakan media batu kerikil peneliti mengamati hasil pekerjaan anak yang dikirim lewat WA grup, guru mencatat tingkat keberhasilan dan kekurangan anak melalui informasi yang didapat dari orang tua murid melalui WA grup wali murid.

1. Keberhasilan yang tercatat pada pelaksanaan kegiatan anak pada siklus I yaitu :

a. Anak menjadi antuasias dengn adanya penggunaan media baru
b. Keaktifan anak mulai meningkat
c. Adanya peningkatan dalam hal berhitung permulaan
d. Anak mulai bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan

2. Kekurangan yang ada pada pelaksanaan perbaikan siklus I antara lain :

a. Cara penyampaian materi ada beberapa anak yang kurang memahami yang dismapaikan guru
b. Sebagian anak masih ada yang dibantu orang tua dalam mengerjakan tugas

2. Siklus II

a. Perencanaan

Perencanaan perbaikan dilaksanakan dengan menentukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengenalkan kemampuan berhitung permulaan pada anak melalui media bahan alam yang dituangkan dalam perencanaan kegiatan sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah, analisis masalah, dan rumusan masalah.
2. Menyusun rancangan satu siklus yang menekankan pada kegiatan penjumlahan dan pengurangan.
3. Menyusun skenario perbaikan.
4. Menyusun lembar pengamatan.
5. Menyiapkan media yang akan digunakan.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan perbaikan dilaksanakan dengan mengirim video lewat WA grup wali murid dengan link https;//youtu,be/My0GqCtLs_4 untuk siklus II pertemuan 1 dan https;//youtu,be/0Be19orMsvY untuk siklus II pertemuan 2. Kegiatan perbaikan tersebut dikerjakan secara daring dirumah masing-masing peserta didik. Adapun perencanaan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan ditunagkan dalam perencanaan kegiatan satu siklus sebagai berikut :

RPP Pertama

1. Kegiatan awal :

1) Penerapan SOP pembukaan
2) Menyanyi lagu pohon jambu
3) Berdiskusi tentang warna dan bentuk buah
4) Mengenal kegiatan dan aturan yang akan digunakan

2. Kegiatan inti :

1) Penjumlahan dengan media daun jambu yang ditusuk lidi

3. Kegiatan akhir :

1) Review kegiatan pembelajaran
2) Guru mengirim pesan lewat WA grup wali murid agar orang tua mengirimkan hasil pekerjaaan anak
3) Menyanyi lagu bagian pohon
4) Berdoa, salam

4. Langkah-langkah perbaikan :

1) Guru menyiapkan media daun jambu
2) Guru mencontohkan permainan penjumlahan dengan media daun jambu yang ditusuk lidi
3) Guru memberi contoh penjumlahan dengan menggunakan media daun jambu yang ditusuk lidi
4) Guru meminta anak untuk melakukan kegiatan penjumlahan dengan media daun jambu yang ditusuk lidi dirumah RPP Kedua

1. Kegiatan awal :

1) Penerapan SOP pembukaan
2) Menyanyi lagu sayur
3) Berdiskusi tentang macam-macam sayur
4) Mengenal kegiatan dan aturan yang akan digunakan

2. Kegiatan inti :

1) Pengurangan dengan media tomat dengan bermain dorong troli

3. Kegiatan akhir :

1) Review kegiatan pembelajaran
2) Guru mengirim pesan lewat WA grup wali murid untuk mengirimkan hasil pekerjaan anak
3) Menyanyi lagu tanaman ciptaan Tuhan
4) Berdoa, salam

4. Langkah-langkah perbaikan :

1) Guru menyiapkan media tomat
2) Guru dan anak menghitung bersama jumlah tomat yang ada ditroli
3) Guru memberi contoh permainan dengan mendorong troli
4) Guru meminta anak melakukan kegiatan pengurangan dengan media tomat

c. Pengamatan

Dalam perbaikan pembelajaran yang dilakukan secara daring, guru mempersiapkan langkah-langkah pembelajaran untuk dikerjakan dirumah, kemudian guru mengamati hasil pekerjaan anak lewat kiriman foto ataupun video kegiatan yang dikirim oleh wali murid. Adapun hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut :

1. Untuk Guru

a. Persiapan mengajar, penggunaan alat peraga
b. Pembukaan kegiatan, penyampaian materi, penutupan
c. Penguasaan materi
d. Penyajian materi
e. Mengirim materi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan media daun jambu yang ditusuk lidi dan bauh tomat dengan bermain dorong troli lewat WA grup
f. Pelaksanaan bimbingan dan evaluasi melalui WA grup dengan menanyakan kepada orang tua tentang kendala kegiatan pembelajaran secara daring

2. Untuk Anak

a. Mengerjakan tugas yang sudah dikirimkan guru
b. Mengirim hasil pekerjaan anak berupa foto atau video melalui WA grup dengan dampingan orang tua
c. Anak melakukan kegiatan dengan bersemangat
d. Minat belajar semakin bertambah
e. Pemahaman anak terhadap materi pembelajaran
d. Refleksi

Setelah melakukan kegiatan pembelajaran pada siklus II dengan kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan menggunakan media daun jambu dan buah tomat peneliti mengamati hasil pekerjaan anak yang dikirim lewat WA grup, guru mencatat tingkat keberhasilan dan kekurangan anak melalui informasi yang didapat dari orang tua murid melalui WA grup wali murid.

1. Keberhasilan yang tercatat pada pelaksanaan kegiatan anak pada siklus II yaitu :

a. Anak menjadi antuasias dengan adanya penggunaan media baru
b. Keaktifan anak mulai meningkat
c. Adanya peningkatan dalam hal berhitung permulaan
d. Anak mulai bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan
e. Rasa ingin tahu anak lebih besar

2. Kekurangan yang ada pada pelaksanaan kegiatan anak pada siklus 2 yaitu :

a. Cara penyampaian materi ada beberapa anak yang kurang memahami

Dengan kekurangan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan keberhasilannya maka dapat disimpulkan bahwa pada siklus II sudah sesuai dengan harapan dan tujuan perbaikan pembelajaran yaitu meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diperoleh dari tindakan prasiklus, siklus I, dan siklus II.

1. Prasiklus

Prasiklus dilaksanakan sebelum dilakukan tindakan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal kemampuan anak dalam konsep berhitung permulaan pada kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu. Kegiatan prasiklus untuk mengetahui kemampuan konsep berhitung permulaan yaitu dengan memberi test penambahan dan pengurangan dengan menggunakan lembar kerja. Dari 13 anak pada kelompok B hanya 1 anak yang mampu menyelesaikan tugas tersebut.

Dari hasil test awal kemampuan konsep berhitung permulaan bilangan 1-20 yang dinilai adalah kemampuan membilang banyaknya benda 1-20, dalam hal ini menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan menulis hasil di lembar kerja. Hasil kemampuan konsep berhitungan permulaan pada prasiklus dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Hasil Tes Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan 1-20 Prasiklus

No.KategoriNilaiFProsentaseKeterangan
1Sangat BaikBSB18%1. Belum Tuntas dengan nilai BB
dan MB 11 anak atau 84%
2. Tuntas dengan nilai BSH
dan BSB 2 anakatau 16%
2BaikBSH18%
3CukupMB538%
4KurangBB646%
Jumlah13100%

Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas terlihat bahwa kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu masih dalam kategori cukup dan kurang, hal ini berarti kemampuan mereka dalam konsep berhitung permulaan belum tuntas, terbukti raat-rata kelas yang di capai pada nilai BSH hanya 1 anak.

Berdasarkan data dari tabel tersebut terlihat hanya 1 anak yang mendapat nilai dengan kategori sangat baik. Adapun katergori cukup prosentasenya tinggi yaitu 38% atau sebanyak 5 anak di kelas dengan nilai MB. Sedangkan yang termasuk kategori kurang sebanyak 6 anak atau 48% dengan nilai BB. Dari tabel data di atas juga terlihat indikator kinerja kelas masih rendah hanya 16%. Peserta didik yang tuntas sesuai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan dalam konsep berhitung permulaan yaitu nilai dengan kriteria BSH dan BSB minimal dalam rentang 85% dari jumlah anak. Namun data dari tabel di atas anak yang sudah mencapai kriteria baik (BSH) hanya 1 anak atau 8% dan yang mencapai kirteria sangat baik (BSB) juga 1 anak atau 8%. Untuk lebih memperjelas data, peneliti sajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

Grafik 4.1 Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan 1-20 Prasiklus

Dari grafik di atas terlihat jelas bahwa kemampuan anak dalam konsep berhitung permulaan khususnya pemahaman dalam penjumlahan dan pengurangan masih sangat kurang. Hal ini karena guru hanya menyajikan dengan test lembar kerja sehingga anak tidak mempunyai ketertarikan dalam mengerjakan tugas. Di tambah ketidakpahaman mereka dengan penjelasan yang disampaikan guru sehingga keadaan ini semakin berlarut-larut.

Berdasarkan kondisi di atas maka perlu segera dilakukan perubahan strategi pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak.

2. Hasil Penelitian Siklus I

a. Perencanaan

Sebagai acuan untuk membuat rencana siklus I, peneliti melakukan identifikasi masalah dan rumusan masalah. Peneliti juga menyusun skenario pembelajaran dalam bentuk RPP serta menyiapkan alat dan media yang akan digunakan dalam pembuatan video perbaikan pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Pembuatan video perbaikan pembelajaran siklus I dengan link https;//youtu,be/9r5uRLIZvoM dan https;//youtu,be/ZQV4W7fP5PY dilaksanakan pada hari Senin s/d Selasa, 27 April s/d 28 April 2020. Hasil pelaksanaan penelitian siklus I akan dibahas mengenai peningkatan kemampuan konsep berhitung permulaan peserta didik setelah mengikuti pembelajaran daring konsep berhitung permulaan menggunakan media bahan alam.

Berdasarkan hasil test yang dikirim oleh wali murid melalui WA grup pada siklus I, terjadi peningkatan kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu. Peningkatan ini dipengaruhi oleh penggunaan media bahan alam dalam pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai dalam pembelajaran konsep berhitung permulaan adalah anak dapat membilang benda banyaknya 1- 20.

Hasil tes kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Nilai Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan Siklus I

No.KategoriNilaiFProsentaseKeterangan
1Sangat BaikBSB323%1. Belum Tuntas dengan nilai
BB dan MB 8 anak atau 62%
2. Tuntas dengan nilai BSH
dan BSB 5 anak atau 38%
2BaikBSH215%
3CukupMB431%
4KurangBB431%
Jumlah13100%

Dari data pada tabel 4.2 di atas menunjukkan adanya peningkatan kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam. Untuk kategori sangat baik dengan nilai BSB sudah menunjukkan peningkatan walaupun belum mencapai ketuntasan, yaitu 3 anak yang mampu mencapainya. Sedangkan kategori baik dengan nilai BSH meningkat sebanyak 15% atau 2 anak. Sementara itu, sebanyak 4 anak atau 31% berada pada kategori cukup dengan nilai MB, sedangkan pada kategori kurang dengan nilai BB masih ada 4 anak atau 31%. Nilai ketuntasan kelas pada pembelajaran konsep berhitung permulaan pada siklus I sebesar 38%.

Untuk memperjelas data tersebut maka peneliti sajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

Grafik 4.2 Nilai Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan Siklus I

Dilihat dari grafik 4.2 pada siklus I anak yang memperoleh nilai ketuntasan sudah meningkat yaitu pada nilai BSH dan BSB ada 5 anak atau 38%. Namun hal ini belum sesuai dengan indikator pencapaian yang diharapkan yaitu 85% anak dalam kelas mengalami ketuntasan.

Jika dilihat dari nilai ketentusan dibandingkan dengan hasil test prasiklus maka hasil test pada siklus I mengalami kenaikan 22% yaitu dari 16% menjadi 38%.

c. Observasi

Berdasarkan hasil dari pembelajaran yaitu dengan mengirimkan tayangan video hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui WA grup wali murid dan wali murid mengirim hasil pembelajaran anak melalui WA grup tersebut, maka pada siklus I dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam belum sesuai yang diharapkan sehingga hasilnya belum memuaskan.

Hasil siklus I memperlihatkan peserta didik masih belum paham dengan tugas yang di kirim guru lewat tayangan video perbaikan pembelajaran. Namun ada juga beberap anak yang antusias dengan tugas yang diberikan oleh guru melalui video tersebut karena ini adalah kali pertama anak-anak belajar lewat tayangan video. Ada beberapa anak yang masih di bantu oleh orangtua dalam mengerjakan tugas yang di berikan guru lewat tayangan video tersebut sehingga anak belum paham sepenuhnya mengenai pembelajaran yang guru sampaikan.

d. Refleksi Siklus I

Setelah mengirim video perbaikan pembelajaran kepada wali murid lewat WA grup, peneliti merefleksi hasil pekerjaan anak yang dikirim kembali lewat WA grup untuk mencari data tentang keberhasilan dan kekurangan pada siklus I. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui 1) kelebihan dan kekurangan media bahan alam yang digunakan dalam perbaikan pembelajaran, 2) respon anak terhadap video yang dikirimkan, 3) kegiatan guru selama proses pembuatan video, dan 4) peningkatan kemampuan anak dalam mengenal konsep berhitung permulaan. Refleksi pada siklus I ini dilakukan untuk mengubah strategi pembelajaran pada siklus II.

Hasil tes kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam pada siklus I yang dikirimkan wali murid melalui WA grup menunjukkan nilai ketuntasan kelas pada pembelajaran konsep berhitung permulaan sebesar 38% atau kategori cukup dengan rincian, untuk kategori sangat baik (BSB) sebanyak 3 anak atau 23%, kategori baik (BSH) sebanyak 2 anak atau 16%, sedangkan sebanyak 4 anak atau 31% berada pada kategori cukup (MB), sementara masih ada 4 anak atau 31% yang berada pada kategori kurang (BB).

Melihat ketuntasan anak yang hanya 38% dari seluruh jumlah anak pada kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu maka hal ini belum memenuhi kinerja dari penelitian kelas ini yaitu 85% anak memenuhi kriteria ketuntasan kemampuan konsep berhitung permulaan. Kurangnya anak dalam memahami materi pembelajaran konsep berhitung permulaan menjadi penyebab belum tercapainya nilai yang diharapkan.

Berdasarkan hasil refleksi siklus I dibandingkan dengan hasil prassiklus, baik dari data tes maupun nontes menunjukkan adanya peningkatan namun belum maksimal. Maka perlu ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan pada siklus II agar kemampuan konsep berhitung permulaan sesuai yang diharapkan. Nantinya, hasil refleksi siklus I akan dijadikan acuan perbaikan pada siklus II.

Peningkatan kemampuan konsep berhitung permulaan ini dikarenakan pembelajaran sudah menggunakan media bahan alam yang dapat mengaktifkan anak dalam pembelajaran. Dengan menggunakan media bahan alam dalam hal ini yang dipakai dalam siklus I adalah batu kerikil, anak dapat menghitung langsung benda yang ada di depannya, sehingga anak tahu teknik menjumlah dan mengurang.

Kelemahan pada siklus I ini adalah media batu kerikil yang tidak berwarna menyebabkan anak kurang tertarik mencoba dirumah, sehingga hasil yang dikirimkan oleh wali murid lewat WA grup belum mencapai maksimal.

3. Hasil Penelitian Siklus II

a. Perencanaan

Perencanaan tindakan pada siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I. Tahap ini peneliti memperbaiki pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan merubah sedikit rencana perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam pembuatan video.

Peneliti merancang dan menyusun tindakan yang akan dilaksanakan dalm pembuatan video melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyusun skenario pembelajaran dalam bentuk RPP.
2. Mempersiapkan media bahan alam yaitu daun jambu dan tomat.

b. Pelaksanaan

Pelaksanan tindakan siklus II merupakan tindak lanjut dari tindakan siklus I. Pembuatan video perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada hari Senin s/d Selasa, 4 Mei s/d 5 Mei 2020 dengan link https;//youtu,be/My0GqCtLs-4 untuk video pertemuan 1 siklus II dan https;//youtu,be/0Be19orMsvY untuk video pertemuan 2 siklus II. Hal ini dilakukan karena pada siklus II hasil kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu baru 38% yang mencapai ketuntasan. Hasil tersebut belum memenuhi indikator kinerja yang ditetapkan dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu dengan nilai ketuntasan sebesar 85%.

Tindakan siklus II dilaksanakan berdasarkan refleksi pada siklus I, tentunya dengan rencana yang lebih matang sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan. Diawali dengan pembuatan rencana yang lebih baik, diharapkan proses pembelajaran yang dilakukan lewat daring akan lebih baik pula dan dengan harapan dapat meningkatkan hasil kemampuan konsep berhitung permulaan pada anak.

Berdasarkan hasil kegiatan belajar melalui WA konsep berhitung permulaan terjadi peningkatan kemampuan konsep berhitung permulaan pada kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu. Peningkatan kemampuan ini karena media bahan alam yang digunakan guru dalam pembelajaran daring meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan. Aspek yang dinilai dalam meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan adalah membilang banyaknya benda 1-20.hasil tes mengenal konsep berhitung permulaan pada siklus II dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Nilai Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan Siklus II

No.KategoriNilaiFProsentaseKeterangan
1Sangat BaikBSB862%1. Belum tuntas dengan nilai BB
dan MB 2 anak atau 15%
2. Tuntas dengan nilai BSB
dan BSH 11 anak atau 85%
2BaikBSH323%
3CukupMB215%
4KurangBB00%
Jumlah13100%

Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan hasil kemampuan konsep berhitung permulaan pada siklus II. Diketahui peserta didik yang mendapat nilai dengan kategori sangat baik (BSB) sebanyak 8 anak atau 62%. Sementara sebanyak 3 anak didik atau 23% yang mendapat nilai dengan kategori baik (BSH) di kelompok B. Selanjutnya, anak dalam kategori cukup (MB) sebanyak 2 anak atau 15%, sedangkan anak dalam kategori kurang (BB) sebanyak 0 anak atau 0%. Untuk memperjelas data tersebut maka peneliti sajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

Grafik 4.3 Nilai Kemampuan Mengenal Konsep Berhitung Permulaan Siklus II

Dilihat dari grafik 4.3 rata-rata kelas dengan kategori sangan baik (BSB) dan baik (BSH), nilai ketuntasan ini mengalami kenaikan dibanding pada perbaikan pembelajaran daring pada siklus I. Peserta didik yang tuntas dengan kriteria ketuntasan minimal BSH dan BSB sebanyak 11 peserta didik atau 85%. Banyaknya peserta didik yang tuntas pada siklus II menunjukkan keberhasilan pembelajaran meningkatkan konsep berhitung permulaan lewat video dengan menggunakan media bahan alam dengan ketuntasan sebesar 85%. Itu berati indikator kerja pada penelitian kelas ini sudah terpenuhi. Indikator kinerja yang ditetapkan pada penelitian ini adalah 85% tuntas.

Kriteria ketuntasan minimal perkembangan kognitif pada anak usia dini yaitu Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan Berkembang Sangat Baik (BSB). Jadi, dapat disimpulkan pada siklus II ini dari hasil peningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam dapat memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan.

c. Observasi

Dibandingkan dengan hasil pekerjaan anak yang dikirim oleh wali murid lewat WA grup pada siklus I, hasil pembelajaran daring meningkatkan konsep berhitung permulaan pada siklus II menunjukkan peningkatan yang sangat baik. Itu dibuktikan dengan peningkatan kriteria ketuntasan kelas yaitu menjadi 85%. Pada siklus II ini anak sudah mulai mandiri. Anak mulai memahami apa yang disampaikan oleh guru lewat kiriman video tersebut, dan antusias mengerjakan yang diperintahkan guru dalam video tersebut. Walaupun masih ada satu dua anak yang dibantu orang tuanya dikarenakan masih tidak percaya diri dan terlalu dimanja oleh orang tua.

d. Refleksi Siklus II

Pada perbaikan pembelajaran meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan di siklus II, diketahui bahwa anak yang mendapat nilai dengan kategori sangat baik (BSB) sebanyak 8 anak atau 62%, sementara yang mendapat nilai dengan kategori baik (BSH) adalah 3 anak atau sebesar 23% dari seluruh jumlah anak pada kelompok B. Selanjutnya anak yang mendapat nilai dengan kategori cukup (MB) adalah 2 anak atau sebanyak 15% dan yang mendapat nilai dengan kategori kurang (BB) sebanyak 0%.

Dari hasil observasi siklus II menunjukkan peningkatan uang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II masih ada 2 peserta didik yang berada pada kategori belum tuntas dengan nilai Mulai Berkembang. Namun tidak mempengaruhi kriteria ketuntasan kelas yaitu 85% dari jumlah seluruh peserta didik yaitu 13 anak.

Meningkatnya hasil pembelajaran kemampuan konsep berhitung permulaan ini tidak terlepas dari media yang digunakan yaitu bahan alam. Dari hasil pekerjaan anak yang dikirimkan melalui WA grup wali murid, anak sudah memahami konsep berhitung permulaan walaupun masih ada 2 anak yang belum mencapai kriteria ketuntasan hal ini dikarenakan kemampuan kognitif anak yang kurang dan perlu pendampingan yang lebih dari teman lain.

Melihat peningkatan perubahan pembelajaran kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam pada siklus II maka diambil kesimpulan tidak perlu lagi dilakukan tindakan siklus berikutnya.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh dari siklus I dan siklus II. Pada saat peneliti melaksanakan kegiatan pra siklus belum menunjukkan keberhasilan pembelajaran. Dari 13 peserta didik, yang mencapai ketuntasan hanya 2 anak atau 16% dari jumlah seluruh anak di kelompok B. Sedangkan peserta didik yang belum tuntas sebanyak 11 anak atau 84% dari jumlah seluruh peserta didik di kelompok B. Hal ini terjadi karena pada kegiatan pra siklus hanya menggunakan paper test.

Penelitian yang dilakukan peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini melalui dua tahap yaitu siklus I dan siklus II. Siklus II dilaksanakan karena pada siklus I masih terdapat kekurangan ataupun kelemahan sehingga belum dapat memenuhi indikator kerja yang ditetapkan dalam penelitian ini. Kekurangan ini terlihat pada pekerjaan anak yang dikirim wali murid melalui WA grup pada siklus I. Hasil dari pekerjaan anak kemudian disimpulkan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan yang harus dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Pembelajaran kemampuan meningkatkan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam pada siklus I dan siklus II dilakukan dua kali pertemuan setiap siklusnya. Setiap pertemuan diawali dengan mengkondisikan anak supaya siap mengikuti pembelajaran melalui video yang dikirm ke WA grup wali murid sehingga tercipta suasana yang komunikatif, bersahabat dan dekat dengan anak sehingga timbul kepercayaan pada diri anak untuk mempelajari konsep berhitung permulaan yang dilakukan di rumah. Selanjutnya, dalam tayangan video guru menyampaikan kompetensi dan tujuan materi pembelajaran yang akan dipelajari dan dilanjutkan dengan apersepsi. Apersepsi dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang berkaitan dengan konsep berhitung permulaan. Kemudian, guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran.

Pada kegiatan inti di pertemuan pertama, guru menjelaskan tentang materi konsep berhitung permulaan yaitu membilang dengan benda banyaknya 1-20 melalui video pembelajaran dan juga menjelaskan tahap- tahap menggunakan media bahan alam (batu kerikil) yang akan digunakan dalam pembelajaran konsep berhitung permulaan yang dikirim melalui WA grup.

Pada pertemuan kedua, guru kembali menjelaskan bagaimana cara berhitung permulaan dengan media bahan alam yaitu membilang banyak benda 1-20 dengan mnggunakan batu kerikil. Dari hasil pekerjaan anak yang dikirim wali murid ke WA grup, pada siklus I ini anak masih terlihat belum memahami pembelajaran yang guru sampaikan dalam tayangan video tersebut. Masih ada kelemahan ataupun kekurangan sehingga belum dapat memenuhi indikator kinerja yang ditetapkan dalam penelitian ini.

Pada kegiatan siklus II guru menjelaskan dalam tayangan video yang dikirimkan melalui WA grup bahwa dalam kegiatan konsep berhitung permulaan anak harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu anak dapat membilang banyak benda 1-20. Kemudian guru juga menjelaskan cara bermain konsep berhitung permulaan menggunakan media bahan alam (daun jambu dan buah tomat). Pada siklus II ini guru menekankan pada detail penjelasan mengenai permainan konsep berhitung permulaan dagan media bahan alam agar anak lebih memahami maksud yang disampaikan guru.

Pada pertemuan pertama pada siklus II, guru menjelaskan cara menjumlah daun jambu yang ditusuk lidi dalam tayangan video tersebut dengan memberi penguatan pada anak agar mengerjakan tugas dirumah dengan baik.

Pada pertemuan kedua, guru kembali menjelaskan cara bermain bemain pengurangan dengan media buah tomat dengan mendorong troli. Guru sebelumnya mengulas kembali kegiatan pengurangan yang telah dilakukan pada siklus I agar anak mengingat kembali apa yang telah mereka kerjakan sehingga pada siklus II ini hasil dari kemampuan anak dalam konsep berhitung permulaan menjadi lebih meningkat. Kemudia guru meminta anak melakukan kegiatan ini irumah dan hasilnya dikirimkan melalui WA grup wali murid.

Pada tahap penutup siklus I dan siklus II yaitu mengadakan recalling untuk mengambil kesimpulan dan penguatan terhadap kegiatan pembelajaran daring. Selain itu, recalling juga diperlukan untuk mengetahui manfaat pembelajaran yang telah dilaksanakan sebagai motivasi untuk terus berlatih konsep berhitung permulaan.

Kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam bagi anak kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu mengalami peningkatan. Dari nilai rata-rata tahap pra siklus yang tadinya hanya 2 anak yang tuntas atau 16% dengan nilai BSH dan BSB. Pada siklus I mengalami sedikit peningkatan yaitu nilai BSH sebanyak 2 anak atau 15% dan peserta didik yang mendapatkan nilai BSB sebanyak 3 anak atau 23%. Sedangkan pada siklus II peningkatan terjadi cukup signifikan yaitu peserta didik yang tuntas menjadi 11 anak atau 85% dengan nilai BSB sebanyak 8 anak (62%) sementara dengan nilai BSH sebanyak 3 anak (23%).

Hasil penelitian menunjukkan setelah anak mengikuti proses pembelajaran daring, rata-rata nilai anak mengalami peningkatan. Untuk memperjelas data peningkatan tindakan yang dilakukan antara pra siklus, siklus I dan siklus II tersebut maka peneliti sajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.4. Perbandingan Kemampuan Antar Siklus

No.KategoriNilaiFProsentase
PraS.IS.II PraS.IS.II
1Sangat BaikBSB1388%23%62%
2BaikBSH1238%15%23%
3CukupMB54238%31%15%
4KurangBB64046%31%0%
Jumlah131313100%100%100%

Tabel 4.4 di atas terlihat dengan jelas perubahan perbandingan kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam antara pra siklus, siklus I dan siklus II. Ketuntasan perkembangan dalam pembelajaran konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam nilai rata-rata yang dicapai anak pada pra siklus yang tuntas 2 anak atau 16% dengan nilai BSH 1 anak (8%) dan BSB 1 anak (8%). Pada siklus I, yang tuntas dengan nilai BSB menjadi 3 anak (23%) dan yang nilai BSH sebanyak 2 anak (15%) sehingga jumlah yang tuntas sebanyak 5 anak atau 38%. Pada siklus II yang tuntas bertambah menjadi 11 anak atau 85% dengan nilai BSB sebanyak 8 anak (62%) dan yang nilai BSH sebanyak 3 anak (23%). Untuk memperjelas data tersebut maka peneliti sajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah.

Grafik 4.4 Perbandingan Kemampuan Antar Siklus

Berdasarkan grafik 4.4 terlihat perubahan peningkatan kemampuan anak dalam konsep berhitung permulaan dengan media bahan alam dari pra siklus, siklus I dan siklus II setelah pembelajaran berhitung permulaan dengan media bahan alam.

Peningkatan ini dikarenakan pembelajaran konsep berhitung permulaan sudah menggunakan media yang nyata dan konkret serta menyenangkan bagi anak karena pembelajarannya yang dilaksanakan guru sambil bermain. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjiono (2018:9.4) bahwa pembelajaran yang diberikan pada anak usia dini itu harus dengan benda-benda konkret yang nyata agar anak tidak menerawang dan bingung. Hal ini dikarenakan anak lebih dapat mengingat suatu benda yang dapat dilihat, dipegang dan mudah diterima oleh otak anak.

Lebih lanjut menurut pandangan dasar Montessori (dalam Sudjiono, 2018:9.4), anak belajar melalui sensori dan panca indera melalui bermain dengan alat permainan sederhana. Anak dapat belajar berdasarkan atas apa yang dilihat, didengar, dirasakan dari masing- masing inderanya. Pembelajaran konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam dapat dikatakan berhasil karena menggunakan media yang menarik, yang dapat dilihat, dipegang dan merupakan benda yang konkret.

Hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam berjalan optimal dan dapat meningkatkan kemampuan konsep berhitung permulaan. Peningkatan ini dikarenakan media bahan alam yang digunakan guru dalam pembelajaran konsep berhitung permulaan, serta anak-anak senang dalam pembelajarannya. Keadaan ini sebagai bukti adanya peningkatan hasil belajar anak.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pembelajaran kemampuan konsep berhitung permulaan melalui melalui media bahan alam, dapat disimpulkan sebagai berikut :

Kemampuan konsep berhitung permulaan melalui media bahan alam pada kelompok B TK ABA 02 Gempolsewu mengalami peningkatan. Nilai rata-rata yang dicapai anak pada pra siklus menunjukkan ketuntasan 16% atau hanya sebanyak 2 anak dengan nilai BSH 1anak dan nilai BSB 1 anak. Pada siklus I, ketuntasan dengan nilai BSB 23% atau sebanyak 3 anak dan sebanyak 2 anak atau 15% dengan nilai BSH. Pada siklus II, nilai ketuntasan menjadi 11 anak atau 85% dengan nilai BSB sebanyak 8 anak (62%) dan nilai BSH sebanyak 3 anak (23%). Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran meningkatkan konsep berhitung permulaan menggunakan media baham alam pada kelompok B di TK ABA 02 Gempolsewu sudah berhasil karena sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 85%.

Kelebihan dari penelitian ini adalah anak dapat memegang benda konkret secara langsung untuk menghitung jumlah benda, sehingga anak tidak menerawang atau mengira-ngira jumlah yang akan dihasilkan dari penjumlahan dan pengurangan. Kelemahan dari penelitian ini adalah dikarenakan penelitian ini dilakukan hanya dengan mengirimkan tayangan video pembelajaran melalui Wa grup sehingga peneliti kurang maksimal memantau hasil yang dicapai anak. Anak juga belum terbiasa melakukan pembelajaran daring sehingga hasil dari penelitian ini masih ada kekurangan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan simpulan hasil penelitian adalah seperti berikut :

a. Bagi Anak Didik

1) Supaya lebih termotivasi untuk meningkatkan kemampuan berhitung permulaan dengan menggunakan media bahan alam, sehingga hasil belajar lebih meningkat.
2) Supaya lebih mengembangkan rasa keingintahuan pada anak sebagai dasar pembelajaran matematika ditingkat selanjutnya.

b. Bagi Guru

1) Diharapkan dapat menggunakan media yang lebih kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.
2) Diharapkan bisa menciptakan permainan yang menarik minat anak sehingga pembelajran tidak berpusat pada guru.

c. Bagi Sekolah

1) Diharapkan untuk menambah alat permainan edukatif atau APE sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai tujuan yang akan dicapai.
2) Diharapkan untuk pendidik mengikuti pelatihan agar mampu mengelola kelas dengan baik sesuai hakikat pendidikan anak usia dini.

d. Bagi Orang Tua

1) Diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak.
2) Diharapkan bisa menstimulasi terhadap perkembangan anak ketika dirumah.