Pojok PanturaPojok Pantura

Syair Abdullah Bin Rawahah Dalam Perang Mut'ah

 Syair Abdullah Bin Rawahah Dalam Perang Mut'ah | sangat mengena! Inilah syair abdullah bin rawahah perang mut'ah dan syair abdullah bin rawahah bahasa arab | Pojok Pantura

Abdullah bin Rawahah: Penyair yang Disukai Rasulullah

Allah SWT menganugerahkan utusannya, Muhammad SAW dengan sahabat-sahabat yang loyal dan taat kepada perintahnya. Islam berkembang di jazirah Arab kala itu pun atas berkat perjuangan mereka juga. Tak bisa dipungkiri, hampir setiap sahabat rasulullah memiliki keutamaan dan skill masing-masing, yang itu jadi nilai tersendiri dihadapan rasulullah.

Abu Bakar dengan kesetiaan yang tak tertandingi oleh sahabat manapun, Umar dengan keberaniannya menghadapi semua lawan yang tak dimiliki semua sahabat, Utsman dengan kedermawanannya yang tak bisa dihitung lagi harta yang disedekahkan untuk agama dan Ali dengan julukan ‘pintunya ilmu’ dari Rasulullah, yang itu sudah terlihat di sisi mana keutamaannya. Tentu di luar 4 sahabat tersebut, ada banyak sekali yang juga memiliki keutamaan atau skill yang beraneka ragam dimiliki sahabat lainnya. Salah satunya yakni Abdullah bin Rawahah.

Abdullah bin Rawahah adalah seorang penyair yang sudah dikenal khalayak ramai sebelum dirinya masuk Islam. Sebagai seorang penyair, tentu ia memiliki banyak waktu untuk merenung sebelum ia senandungkan syair gubahannya. Nah, dalam waktu-waktu perenungannya itu, ia hampir selalu memikirkan tentang hakikat dan tujuan kehidupan, yang menurutnya belum ia temukan sejauh itu. Maka ketika ada kabar seseorang dari mekkah yang mengaku sebagai nabi utusan Allah, ia lantas berangkat bersama beberapa orang dari Yastrib (Madinah) tanah kelahirannya menuju Mekkah di saat musim haji.

Tepatnya tahun 11 kenabian bulan Dzulhijjah, Abdullah bin Rawahah beserta sebelas orang dari Madinah bertemu dengan rasulullah dan pada akhirnya mereka bersyahadat serta berbaiat kepadanya. Peristiwa itu masyhur dikenang sebagai baiat aqabah 1. Mereka kemudian pulang ke kotanya dan satu tahun kemudian, mereka berangkat lagi dengan total rombongan berjumlah 73 orang yang dipimpin Abdullah bin Rawahah berbaiat aqabah ke-II dan yang belum masuk Islam, mereka akhirnya bersyahadat.

Pasca hijrahnya rasulullah dan para muhajirin lainnya, praktis Abdullah bin Rawahah dan kaum Anshar lainnya menjadi tuan rumah, penjamu dan pelindung rasulullah. Kaum Anshar sebisa mungkin memberikan yang terbaik buat nabi akhir zaman. Sebagaimana halnya sahabat lainnya, Abdullah Rawahah hampir selalu terlibat di peristiwa-peristiwa penting yang menyangkut jihad fi sabilillah mulai dari perang Badar sampai perang Mu’tah, yang ia syahid di medan pertempuran itu.

Penyair Yang Disukai Rasulullah

Seorang penyair handal tetaplah seorang penyair sampai kapanpun. Abdullah bin Rawahah pun demikian. Betapapun, ia sudah masuk Islam dan menjadi bagian penting di dalam sumber daya manusia Islam kala itu, Abdullah bin Rawahah tetap sering menyenandungkan syairnya. Tak jarang ia menyenandungkan dihadapan rasulullah. Bait-bait di tiap syairnya begitu kuat dan indah didengar, yang itu mampu membangkitkan jiwa pengabdian muslimin yang mendengar.

Rasulullah pun terkesan menyukai dan menikmati syair-syairnya dan kemudian menganjurkan kepadanya untuk lebih giat lagi membuat syair yang sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Pada suatu hari, Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat, lalu datanglah Abdullah bin Rawahah. Kemudian Nabi bertanya kepadanya, “Apa yang kau lakukan apabila akan menyenandungkan syair?”

Abdullah menjawab, “Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan.” Ia kemudian mengucapkan syair dalam bahasa arab tanpa pikir panjang.

Syair Abdullah Bin Rawahah

“Wahai putra Hasyim, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia dan memberimu keutamaan, di mana orang lain takkan iri. Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini pada dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka. Seandainya engkau bertanya dan meminta pertolongan kepada mereka untuk memecahkan persolan, tiadalah mereka hendak menjawab atau membela. Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang engkau bawa. Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa.”

Mendengar itu, Rasulullah gembira dan ridha kepadanya. Beliau bersabda, “Dan kamu pun akan diteguhkan Allah.”

Penyair yang syahid di perang Mu’tah

Ketika umat Islam di Madinah akan diperangi oleh bangsa Romawi dan sekutunya, Rasulullah kemudian menyiapkan pasukan musliminnya. Terkumpullah 3.000 sahabat, kecuali rasulullah dan beberapa sahabat lainnya. Beliau pun menunjuk panglima perangnya dengan bersabda: “Jika Zaid bin Haritsah menjadi syahid, maka kepemimpinan perang akan diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib, jika kemudian Ja’far juga menjadi syahid, maka panglima perang akan beralih kepada Abdullah bin Rawahah.”

Mendengar namanya disebut oleh rasulullah, Abdullah bin Rawahah pun siap mengemban amanah tersebut dengan keimanan dan ketangguhannya di medan perang. Setelah berjalan dua hari menuju medan laga, pasukan muslimin mendengar kabar yang menciutkan nyali sebagian dari mereka. Kabarnya pasukan Romawi dan sekutunya berangkat dengan 200.000 pasukan beserta persenjataan yang lengkap.

Abdullah bin Rawahah pun tampil menyemangati dengan retorikanya yang penuh dengan keimanan dihadapan pasukan muslimin. Walaupun sebelumnya ada yang mengusulkan berkirim surat kepada rasulullah meminta bantuan, namun pada akhirnya 3.000 pasukan muslimin tetap berangkat dengan keteguhan imannya. Kemudian kedua pasukan bertemu di daerah bernama Mu’tah dan berperanglah mereka di daerah tersebut, yang sekarang masuk territorial negara Yordania.

Pada saat perang tersebut, panglima pertama yang ditunjuk rasulullah, Zaid bin Haritsah gugur menjadi syahid, kemudian bendera kepemimpinan beralih kepada Ja’far bin Abi Thalib. Setelahnya Ja’far pun gugur di medan perang sebagai syahid, Abdullah bin Rawahah yang melihatnya lantas mengambil bendera kepemimpinan dan otomatis menggantikan posisi Ja’far. Mengetahui dua panglima perang yang ditunjuk rasulullah sudah gugur, pasukan muslim sempat sedikit goyah dan hampir runtuh semangatnya. Melihat kondisi itu, Abdullah bin Rawahah tampil dengan gagah dan kemudian menyenandungkan syair abdullah bin rawahah bahasa arab di tengah medan laga.

Syair Abdullah Bin Rawahah Perang Mu'tah

“Aku bersumpah demi Allah. Akan maju ke medan perang baik suka maupun tidak. Seluruh manusia telah siap bertempur. Tapi kenapa sepertinya engkau, wahai jiwaku, menolak Surga. Telah tiba kesempatan yang aku idamkan. Bukankah engkau ini hanya setetes saja dari lautan. Wahai jiwaku, Sekiranya engkau tidak gugur di medan perang, engkau tetap akan mati. Inilah merpati kematian telah menyambutmu. Apa yang kau idam-idamkan telah engkau peroleh Jika engkau ikuti jejak keduanya (dua panglima sebelumnya). Engkau beruntung sebagai panglima sejati. Jika engkau mundur pasti sengsara dan rugi.”

Syair Abdullah bin Rawahah tersebut kembali mengobarkan semangat juang kaum muslimin dalam perang. Hingga akhirnya Abdullah bin Rawahah pun menjemput takdirnya dengan keadaan syahid di medan perang. Rasulullah kala itu meneteskan air mata dan kemudian berkata mengabarkan kepada beberapa sahabatnya berada di Madinah tentang situasi pasukan muslimin, yang ditinggal syahid ketiga panglimanya. yang ketiga panglimanya.

Baca Juga: Abdullah bin Rawahah: Penyair, Panglima Perang dan Petugas Pajak Nabi yang Tegas Tolak Suap

Pasukan muslimin yang tersudutkan atas wafatnya ketiga panglimanya pun akhirnya menunjuk Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang menggantikan ketiganya. Berkat kepiawaian Khalid bin Walid yang mengubah stategi perang, akhirnya berhasil memukul mundur 200.000 pasukan musuh dan pada akhirnya pasukan muslimin pulang ke Madinah dengan kemenangan. Karena sedikit sekali korban jiwa.

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Alfiyan Dzulfikar
Alumni Ponpes Lirboyo Al-Mahrusiyah dan Mahasiswa Pascasarjana UNUSIA Jakarta.