Pojok PanturaPojok Pantura

Tantangan Terbesar Santri Adalah Menangkal Paham Radikalisme, Ideologi Khilafah & Terorisme

 Tantangan Terbesar Santri Adalah Menangkal Paham Radikalisme, Ideologi Khilafah & Terorisme | khususnya kaum santri diwajibkan untuk menghadapi tantangannya saat itu, yakni pasukan sekutu yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia | Pojok Pantura

Dalam momentum hari santri nasional tahun 2020, kaum santri sedapat mungkin jangan hanya merayakannya saja. Tetapi, harus juga merefleksi momen HSN ini. Jika kita tarik mundur, penetapan hari santri nasional tanggal 22 Oktober 1945 ini dilandasi dengan momen resolusi jihadnya KH. Hasyim Asy’ari. Artinya pada tanggal 22 Oktober inilah hari dimana rakyat Indonesia (dengan radius tertentu), khususnya kaum santri diwajibkan untuk menghadapi tantangannya saat itu, yakni pasukan sekutu yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia.

Karena memang itu adalah tantangan zamannya, ditambah kewajiban syariat, maka kaum santri saat itu turun gelanggang melawan musuhnya. Di tahun 2020, sudah tidak ada lagi penjajah yang dihadapi. Hal ini bukan berarti kondisinya aman terekndali. Kita bisa lihat, tahun-tahun ke belakang, di Indonesia ada berbagai permasalahan yang menerpa di negara kita tercinta. Selain masalah lingkungan hidup, kemiskinan, korupsi dan lain sebagainya. Namun selain itu, ada satu permasalahan yang tak bisa dipandang sepele. Permasalahan itu adalah gerakan terorisme.

Gerakan terorisme ini muncul selalu bermula dari pemahaman agama seseorang yang radikal dan bisa juga menganut ideologi khilafah. Nah, masalah ini menurut penulis adalah sebuah tantangan bagi kaum santri di zaman ini. Kaum santri harus menangkal paham, ideologi dan gerakan terorisme ini dengan cara dan modal yang dimiliki kaum santri. Seluruh warga Indonesia, khususnya kaum santri harus menangkal dan melawannya, karena masalah ini akan mengancam disentegrasi bangsa.

Kehidupan demokrasi pasca reformasi di Indonesia membuat berbagai paham dan gerakan menemukan ruang untuk bersemai, Di antara paham dan gerakan yang muncul adalah ideologi khilafah dan paham radikalisme Islam, yang seringkali berbuntuk lahirnya tindakan terorisme. Selama 20 tahun reformasi di Indonesia, sudah tak terhitung lagi kasus-kasus terorisme yang memakan sekian banyak korban jiwa. Inilah sebenarnya tantangan besar santri dan umumnya seluruh rakyat Indonesia.

Faktanya, ide radikalisme dan sistem khilafah ditolak oleh semua negara di dunia. Karena memang mengacaukan kehidupan dimana mereka bersemayam. Kasus terakhir adalah negara Syiria atau Suriah. Negara itu sudah hancur berkeping-keping karena ulah ISIS. Karena ISIS berupaya menegakkan kekhilafahan disana dengan cara peperangan melawan pemerintahan yang sah. Mereka berhasil menguasai sebagian besar wilayah Suriah dengan sangat brutal dan sadis.

Dengan kekuasaan yang direnggutnya, ISIS membunuh ribuan orang yang tak bersalah, memperkosa dan memperbudak perempuan dan anak-anak. Lebih tragisnya lagi, mereka membom tempat-tempat ibadah, padahal saat itu, banyak jamaah yang sedang berkegiatan, yang membuat sebagian jamaahnya mati. Anehnya, dengan kemungkarannya, ISIS berhasil meyakinkan banyak orang dari belahan dunia lain untuk bergabung kepada kedzalimannya, mungkin sampai saat ini.

Sebelum ISIS, ada organisasi Hizbut Tahrir yang terkenal selalu berupaya menolak keabsahan pemerintah di suatu negara. Total sampai hari ini, ada lebih dari 40 negara yang melarang eksistensi mereka. Banyak sekali catatan upaya kudeta berdarah yang didalangi oleh mereka di beberapa negara. Mulai dari Irak, Suriah, Turki, Yordania, Pakistan dan Mesir. Sekarang di Indonesia, betapapun organisasinya sudah dibubarkan oleh pemerintah republik Indonesia, kader dan simpatisan mereka masih tetap eksis terutama di media sosial untuk mengkampanyekan ide khilafahnya.

Bukti kesalahkaprahan dan kesesatan ide khilafah versi mereka adalah kehancuran Suriah sekarang dan beberapa negara timur tengah yang masih berkecambuk perang saudara yang tak kunjung usai. Di sana sudah tak terhitung nyawa yang hilang, hak-hak asasi manusia direnggut dan hancurnya tatanan kehidupan negara bangsa yang tak mudah dibangun kembali. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia jangan sekali-kali tergiur oleh mimpi-mimpi mereka yang memabukkan itu. Sekejap saja masyarakat Indonesia tergiur, maka pintu kehancuran bangsa Indonesia terbuka lebar.

Padahal Rasulullah SAW sebagai suri tauladan terbaik manusia tidak pernah mengajarkan hal-hal yang dilakukan oleh ISIS, Hizbut Tahrir dan organisasi semacamnya. Rasulullah senantiasa mengajarkan berakhlak yang baik, kasih sayang sesama makhluk Allah, menghargai hak dan perbedaan, mengedepankan musyawarah, persatuan dan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Rasulullah SAW menghendaki masyarakat madani. Masyarakat madani sudah pernah dipraktikkan oleh Rasulullah ketika memimpin pembangunan kota Madinah. Sederhananya, masyarakat madani yang dikehendaki Rasulullah SAW adalah masyarakat yang beradab, toleran, demokratis dan adanya rasa persatuan antar warganya.

Setiap zaman pasti akan ada ujian atau tantangan yang harus dihadapi oleh generasinya. Saya melihat tantangan generasi ini bukanlah pandemi Covid-19, melainkan pemahaman agama yang radikal dan ideologi khilafah yang berujung tindakan terorisme. Jika tantangan tersebut dibiarkan begitu saja, maka bangsa Indonesia akan diambang kehancuran, seperti halnya negara-negara Timur Tengah yang sudah terpapar paham dan ideologi tersebut.

Mengapa problematika di atas menjadi tantangan terbesar bagi kaum santri, jawabannya tentu karena kaum santri-lah yang sedari awal belajar di pesantren mengenai khazanah keilmuan yang bersanad sampai kepada Rasulullah SAW dan akhlakul karimah sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW pula. Kedua hal tersebut menjadi modal penting bagi kaum santri untuk menangkal dan melawannya demi agama dan bangsa.

Dengan kedua modal tersebut, kaum santri diharapkan mampu berdakwah di masyarakat dengan santun, ramah dan moderat. Hal ini harus dilakukan agar wajah Islam yang digambarkan kaum santri adalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Nah, jika dengan begitu banyaknya kaum santri atau alumni pondok pesantren yang berdakwah Islam dengan berwajah rahmatan lil ‘alamin ini, maka dengan sendirinya narasi radikalisme dan terorisme di tengah-tengah masyarakat perlahan akan lenyap.

Di era digital ini juga, kaum santri dituntut aktif dalam mengkonter narasi dan wacana radikalisme, khilafah dan terorisme di social media. Seperti halnya, kaum santri bisa menjelaskan makna pentingnya hidup berdampingan, jihad dan system khilafah yang sesungguhnya. Kerja-kerja semacam inilah yang harus terus digencarkan oleh kaum santri di social media. Supaya social media kita penuh dengan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.

Harapannya setelah kaum santri ikut aktif berselancar di social media adalah agar orang-orang yang dulunya pernah terpapar paham dan ideologi menyimpang itu bisa tersadar. Dan bagi mereka yang belum terpapar, maka ketika melihat konten-konten positif dari kaum santri, mereka akan lebih tahu bahwa Islam sesungguhnya agama yang membawa rahmat bagi semuanya. Bukan Islam sebagai agama yang keras kepada selainnya.