Pojok PanturaPojok Pantura

Tsauban: Khodam Rasulullah SAW yang Cinta Sampai Buta Kepadanya

 Tsauban: Khodam Rasulullah SAW yang Cinta Sampai Buta Kepadanya | Tsauban memilih untuk berdoa agar ia dibutakan saja matanya di sisa hidupnya. Hal ini karena ia tak mau matanya melihat selain Rasulullah SAW | Pojok Pantura

PojokPantura.Com - Semua orang Islam pasti sepakat bahwa Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya manusia. Bahkan orang-orang yang dulu memusuhi beliau pun sesungguhnya memendam kekaguman kepadanya. Namun banyak dari mereka yang enggan mengimani Rasulullah SAW karena gengsi, menuruti hawa nafsu dan takut pada kaumnya.

Dalam tulisan ini, penulis tak akan menjelaskan sebab alasan semua orang kagum kepada Rasulullah SAW. Karena sudah banyak sekali tulisan yang membahasnya. Yang jelas secara umum, Rasulullah SAW dikagumi sekaligus dicintai sebab karena budi pekerti, sifat dan perilaku beliau yang sangat baik kepada semuanya, tanpa terkecuali.

Bagaimanapun, tiap-tiap orang kala itu memiliki pengalaman yang membuatnya mengagumi dan mencintai Rasulullah sendiri-sendiri. Maka untuk menggambarkan begitu dahsyatnya kecintaan orang-orang terutama dari kalangan sahabat kepada Rasulullah SAW, penulis akan menceritakan sebuah kisah dari salah seorang sahabat yang begitu mencintai beliau.

Sahabat yang akan diceritakan itu bernama Tsauban. Dinukil dari kitab Bidayah wa An nihayah disebutkan bahwa sahabat Tsauban dulunya adalah pemuda yang dikenal sebagai budaknya Rasulullah SAW. Sebelumnya, Tsauban ialah seorang tawanan perang yang kemudian dibeli oleh Rasulullah, yang langsung setelah dibeli ia dimerdekakkan atas kasih sayang pemimpin umat Islam tersebut.

Setelah dimerdekakan, Tsauban diberi pilihan, apakah mau kembali ke keluarga dan kaumnya atau tetap bersama Rasulullah SAW dengan status khodam beliau, bukan lagi budak. Tak disangka, ia lebih memilih menjadi khodam baginda Rasulullah SAW. Nampaknya ia sudah kadung kagum dan cinta pada segala apa yang ada dalam Rasulullah, terutama akhlaknya.

Lantas, hari-harinya ia lanjutkan dengan mengabdi kepada Rasulullah SAW. Dengan bertambahnya waktu bersama beliau, Tsauban merasa tak akan mampu jika nantinya ia berpisah dengan Rasulullah SAW.

Pernah suatu hari, Tsauban terbaring sakit di rumahnya. Lalu Rasulullah menjenguknya. Nampak Tsauban terlihat amat memprihatinkan dengan tubuhnya kurus dan wajahnya pucat pasi. Kesedihan mendalam yang terlihat jelas di raut mukanya. Melihat fenomena tersebut, Rasulullah bertanya kepadanya: “Gerangan apakah yang membuatmu sampai seperti ini, wahai Tsauban?” Tsauban menjawab: “Saya sehat ya Rasulullah dan saya tak sakit. Cuma ketika saya tak melihatmu maka hatiku begitu gelisah, dan kegelisahan itu tak akan hilang sampai saya berjumpa denganmu.

Lalu dalam kondisi gelisah seperti ini, ia mengatakan, “saya teringat akhirat, dan saya khawatir jika saya tak dapat berjumpa denganmu di sana. Karena engkau pasti berada di derajat (surga) yang tinggi bersama para nabi. Sementara, jika saya masuk surga pun, nanti pasti saya akan berada di tingkatan yang lebih rendah darimu sehingga membuatku tidak bisa bertemu denganmu. Dan seandainya saya tidak masuk surga, maka lebih parah lagi, saya tak akan bisa melihatmu selamanya” kata Tsauban.

Rasulullah pun sejenak terdiam, setelah mendengar curahan hati sahabatnya itu. lantas Rasulullah tak berucap sekata pun. Karena Perihal ikhwal seorang hamba di akhirat adalah perkara yang cuma diketahui oleh Allah. Tak lama turunlah firman Allah :

وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya ; Muhammad),maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddîqîn (pecinta kebenaran), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” “Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang maha mengetahui
(QS. An-Nisaa’ [4]: 69-70)

Cinta Sampai Memilih Buta

Kecintaan Tsauban kepada majikannya (Rasulullah SAW) begitu besar dan tulus. Sampai-sampai ketika Rasulullah SAW wafat, Tsauban memilih untuk berdoa agar ia dibutakan saja matanya di sisa hidupnya. Hal ini karena ia tak mau matanya melihat selain Rasulullah SAW. Isi doa yang ia panjatkan kepada Allah menggambarkan sebuah keseriusan dan harapan untuk dirinya. Tsauban mengatakan,

اللهم أعمني حتى لا أرى شيئا بعده إلى أن ألقاه
Wahai Tuhanku, butakanlah mataku ini agar aku tidak menyaksikan apa pun setelah kepergian Nabiku Muhammad SAW, sampai saat aku berjumpa dengannya nanti

Bagi sahabat Tsauban yang tergolong Anshor ini, Tak mau matanya melihat sesuatu selain Rasulullah SAW. Karena Tak ada pemandangan yang lebih indah melebihi memandang wajah Rasulullah. Sahabat ini menginginkan penglihatan terakhirnya adalah wajah Rasulullah, Agar saat memejamkan mata, ia tak ingin ada bayangan di benaknya kecuali wajah Rasulullah yang mulia itu.

Baca Juga: Kisah Sahabat Rasulullah: Membuat Anak Gembira Bentuk Kafarat Dosa Orang Tua

Tsauban tahu bagaimana ia ingin dekat dengan Rasulullah terus menerus. Adapun ikhtiarnya kita sebagai umatnya Rasullah SAW yang belum pernah melihat wajah beliau adalah dengan cara bershalawat sebanyak-banyaknya kepada Rasulullah setiap hari.