Setiap sahabat nabi SAW memiliki kepribadian, keahlian dan keteladanannya masing-masing. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor cepat berkembangnya agama Islam saat awal kemunculannya di jazirah arab. Salah satu sahabat yang memiliki kisah keteladanan adalah Abdullah bin Rawahah.
Ia memiliki kepribadian yang layak setiap umat Islam tiru sampai kapanpun. Abdullah bin Rawahah sendiri tergolong 12 orang dari kota Yastrrib (Madinah) yang berbaiat kepada nabi SAW dan menyatakan keislamannya. Peristiwa itu terjadi tahun 12 kenabian dan dalam sejarah dikenal dengan baiat Aqabah 1.
Nabi SAW lalu mengutus Mushab bin Umair dan Amr bin Ummi Maktum ke Yathrib bersama mereka untuk mengajarkan tentang agama Islam. Satu tahun kemudian diketahui, ada 72 orang Yastrib menyusul berbaiat dan menyatakan keislamannya kepada nabi SAW di Mekkah. Peristiwa tersebut dikenal sebagai baiat aqabah II. Dari orang-orang Yastrib yang sudah berbaiat inilah cikal bakal golongan Anshar, termasuk Abdullah bin Rawahah.
Ahli Syair
Sebelum masuk Islam, Abdullah bin Rawahah sendiri memiliki bakat membuat syair-syair yang indah. Keahliannya ini terus dikembangkan di masa keislamannya. Namun setelah masuk Islam, syair-syairnya ia dedikasikan untuk penyemangat dalam memperjuangkan agamanya tersebut. Keahliannya ini pun diketahui dan diapresiasi oleh nabi SAW.
Pernah suatu ketika, saat nabi SAW sudah hijrah ke Yastrib, beliau bersama sahabat kedatangan Abdullah bin Rawahah. Dalam percakapannya, nabi SAW pun bertanya kepadanya,
“Apa yang kau lakukan apabila akan mengucapkan syair?”
Ia menjawab, “Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan.”
Suatu hari, Abdullah bin Rawahah merasakan kesedihan yang mendalam. Sebabnya ialah turunnya sebuah ayat yang menyebutkan, “Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat.” (QS: Asy-Syu’ara: 224).
Akan tetapi tak berselang lama, ia kembali bersyukur dan berbahagia setelah turunnya ayat lain yaitu lanjutan surat di atas yang menyatakan, “Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya.” (QS Asy-Syu’ara: 227)
Panglima Perang Mu’tah
Dalam catatan sejarah, Abdullah bin Rawahah adalah salah satu dari 3 panglima perang yang ditunjuk langsung untuk memimpin pasukan Islam. Ia pun kemudian diketahui gugur dalam pertempuran melawan pasukan Romawi tersebut. Pertempuran yang dikenal dengan sebutan perang Mu’tah ini dari jumlah pasukannya pun sangat tak seimbang. Kala itu, pasukan Islam berjumlah 3.000 orang yang berangkat dengan persiapan dan persenjataan minim melawan pasukan Romawi berjumlah 200.000 pasukan yang disertai persenjataan yang lengkap.
Walaupun sudah mengetahui pasukan Islam kalah segalanya, tapi mereka tetap berangkat dengan semangat jihad fi sabilillah dan doa nabi SAW. Pertempuran Mu’tah terjadi dua ronde. Ronde pertama, panglima-panglima perang Islam yang gagah berani mati syahid di tangan pasukan Romawi. Mulai dari Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan yang ketiga Abdullah bin Rahawah.
Namun sebelum gugur, Abdullah bin Rawahah sempat menyemangati pasukannya dengan berpidato, “Wahai kaum! Demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian takutkan sungguh inilah yang kalian cari (yakni) mati syahid. Kita tidak memerangi manusia karena banyaknya bilangan dan kekuatan persenjataan, tetapi kita memerangi mereka karena agama Islam ini yang Allah muliakan kita dengannya. Bangkitlah kalian memerangi musuh karena sesungguhnya tidak lain bagi kita melainkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu menang atau mati syahid.”
Setelah gugurnya 3 panglima perangnya, pasukan Islam lalu menunjuk sahabat Khalid bin Walid menjadi pemimpinnya. Walaupun ia baru 3 bulan masuk Islam, namun pengalaman dan kecerdikannya, mampu memukul mundur pasukan Romawi dengan menerapkan strategi yang brilian. Terhitung, dalam peperangan tersebut pasukan Islam kehilangan 12 orang termasuk satu di antaranya Abdullah bin Rawahah.
Petugas Pajak Yang Tolak Suap
Tak salah memang nabi SAW memilih Abdullah bin Rawahah sebagai panglima perang ketiga dalam pertempuran Mu’tah. Karena ia tergolong sahabat yang jujur dan berkepribadian tegas setiap harinya. Sebelum gugurnya dalam pertempuran dahsyat di atas, Abdullah bin Rawahah termasuk salah satu petugas pajak yang ditunjuk langsung oleh nabi SAW untuk menghitung dan mengambil pajak dari non-muslim.
Kisah keteladanan yang wajib ditiru oleh umat Islam ini bermula ketika Abdullah bin Rawahah diutus untuk mengecek harta benda masyarakat Khaibar untuk keperluan penarikan jizyah (pajak bagi penduduk non-Muslim). Masyarakat Khaibar merupakan mayoritas beragama Yahudi. Langsung setelah diperintah oleh nabi SAW, ia datang ke wilayah tersebut.
Mula-mula ia melihat, memeriksa dan menaksir jumlah kurma yang masih menggantung di atas pohon milik masyarakat Khaibar. Sesuai kesepakatan, masyarakat Khaibar harus membayar pajak karena tinggal di wilayah kekuasaan Islam. Saat tengah memeriksa jumlah kurma, masyarakat Khaibar tersebut berupaya memberi suap dengan menyerahkan perhiasan kepada Abdullah bin Rawahah.
Baca Juga: Syair Abdullah Bin Rawahah Perang Mut'ah Bahasa Arab
Mereka mengira ia akan mau mengurangi taksiran dan memberikan keringanan pajak. Namun, Abdullah bin Rahawah secara tegas langsung menolak suap yang ditawarkan penduduk Khaibar. Ia menegaskan, harta suap adalah harta haram dengan mengatakan,
"Harta sogokan (risyhwah) yang kalian tawarkan kepadaku adalah harta haram. Kami tidak akan memakannya," tegas Abdullah bin Rawahah saat itu.