Pojok PanturaPojok Pantura

Jangan Mudah Memvonis Kafir, Kenali Dulu 5 Sebab Orang yang Boleh Divonis Kafir

 Jangan Mudah Memvonis Kafir, Kenali Dulu 5 Sebab Orang yang Boleh Divonis Kafir | kelompok Islam mulai berdiri dan memploklamirkan dirinya sebagai golongan yang benar. Semakin parah sampai mengkafirkan | Pojok Pantura

Ketika kita kembali melihat sejarah Islam, ternyata perpecahan atau konflik internal berskala besar muncul saat nabi Muhammad SAW sudah wafat. Tepatnya ketika khalifah Utsman dikepung lalu dibunuh oleh demonstran. Selanjutnya di masa khalifah Ali bin Abi Thalib, beberapa kelompok Islam mulai berdiri dan memploklamirkan dirinya sebagai golongan yang benar. Kita tahu, keadaan demikian berlanjut, bahkan semakin bertambah parah, hingga pada taraf mentakfir (mengkafirkan sesame muslim).

Adapun di Indonesia, ungkapan takfiri, mulai ramai ketika kasus-kasus bom bunuh diri marak terjadi di awal tahun 2000an. Kelompok radikal_teroris yang melakukan itu menganggap umat Islam dengan non muslim itu sama-sama kafir apabila ia tak sepaham dengannya dan taat kepada pemerintah yang thogut. Sehingga kelompok teroris yang menganggap dirinya yang paling Islamis pun tak pandang bulu dalam melancarkan aksinya.

Setelah hampir 20 tahun, walaupun pemimpin-pemimpin teroris sudah ditangkapi dan dieksekusi, namun ideologi takfiri dan intoleran yang mereka bawa sudah menyusup ke berbagai sector di Indonesia. Mulai dari sekolah menengah dan kampus serta pengajian-pengajian di masjid perkantoran, baik BUMN maupun swasta. Ada banyak cara bagi mereka untuk melancarkan penyusupan ideologinya.

Hal di atas menjadikan orang-orang yang tertular wabah takfiri menjadi jauh lebih banyak. Buktinya bisa dilihat ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 kemarin. Kasus takfiri dan intoleran marak terjadi di daerah ibukota tersebut. Mulai dari ancaman tak mau mengurusi jenazah orang yang memilih calon non muslim. Hingga menuduh kafir bagi orang yang memilih calon non muslim itu.

Fenomena intoleran dan takfiri ini membuat antar tetangga yang semula hidup damai, rukun, saling bahu membahu dan tolong menolong. Sekarang justeru sebaliknya. Banyak ideologi yang menimbulkan perpecahan itu masuk ke dalam ruang keluarga. Antara ayah dan anak saling bermusuhan dan mencaci maki. Antara mertua dan menantu saling menghujat. Antara suami dan istri saling menyalahkan. Parahnya, pemahaman keagamaan mereka masih sama-sama minim.

Situasi demikian, tentu sangat jauh dari nilai-nilai luhur Islam yang mengajarkan kedamaian, kerukunan, tolong menolong dan saling menghormati. Berbicara perihal menuduh orang lain kafir secara serampangan ini, maka butuh adanya pelurusan paham-paham dangkal tentang Islam yang dikembangkan oleh para pelakunya. Betapapun yang mereka kafir-kan ialah ahlul qiblat, sama-sama orang Islam sendiri, baik orang lain atau keluarga sendiri, itu sungguh tak dibenarkan.

Salah satu dari guru para Ulama’ Indonesia, Dr Sayyid Muhammad Alawi al Maliki al Makki menjelaskan banyak hal terkait itu dalam kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu An Tushahhah, yang bila diartikan yakni Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan. Beliau menerangkan bahwa:

“Banyak sekali orang yang salah dalam mengetahui prinsip-prinsip yang menjadikan seseorang keluar dari Islam dan kemudian divonis kafir. Anda akan menyaksikan mereka segera memvonis kafir seseorang cuma karena ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan mereka. Vonis yang buru-buru ini dapat membuat jumlah penduduk muslim di dunia tinggal sedikit.

Karena husnuddzan saja, kami berusaha memaklumi tindakan tersebut serta berfikir barangkali niat mereka baik. Dorongan kewajiban mempraktikkan amar makruf nahi munkarlah yang mungkin melandasi tindakan mereka. Patut disayangkan, mereka lupa bahwa kewajiban mempraktikkan amar makruf nahi munkar wajib dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan tutur kata yang baik (bil hikmah wal mau’idzoh al hasanah).

Sesungguhnya menyelenggarakan amar makruf dengan makruf dan melakukan nahi munkar dengan makruf. Jikalau situasi memaksa untuk melaksanakan perdebatan, maka hal ini pun wajib dilakukan dengan metode yang paling baik yang sesuai tertulis dalam Al-Qur'an:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan, bantahlah mereka dengan cara yang baik" (QS. An Nahl:125).

Tentu, praktik amar makruf nahi munkar dengan cara yang baik ini butuh dikembangkan, karena akan lebih efektif untuk mencapai hasil yang ingin diraih. Menggunakan strategi yang buruk dalam menyelenggarakan amar makruf nahi munkar ialah tindakan yang salah, tidak pintar dan justru bisa menimbulkan kekacaukan.

Apabila anda mengajak seorang muslim yang sudah taat mengerjakan shalat, menyelenggarakan kewajiban-kewajiban yang diputuskan Allah SWT, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, syiar dakwah, memakmurkan masjid, dan menegakkan syiar-syiar-Nya untuk melakukan sesuatu yang anda nilai benar, sedangkan dia mempunyai penilaian dan pandangan yang berbeda dengan anda. Para ulama pun dalam perkara tersebut semenjak dulu terjadi perbedaan pendapat. Lalu dia tak mengikuti ajakanmu. Sejurus kemudian kamu menuduhnya kafir cuma karena berbeda pandangan denganmu. Maka sesungguhnya kamu telah melakukan kesalahan besar yang Allah SWT melarang kamu untuk melakukannya.

Al-Allamah al-Imam as-Sayyid Ahmad Masyhur al-Haddad sendiri menjelaskan bahwa, konsensus ulama melarang untuk memvonis kafir kepada ahlul qiblat (ummat Islam) kecuali untuk lima tindakan:

  1. Meniadakan eksistensi Allah SWT,
  2. Kemusyrikan yang nyata dan, tidak mungkin ditafsirkan lain,
  3. Mengingkari kenabian,
  4. Mengingkari prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang wajib dimengerti umat Islam tanpa terkecuali.
  5. Mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib dimengerti semua umat Islam tanpa terkecuali.

Maksud dari ajaran-ajaran yang digolongkan wajib diketahui semua umat Islam (ma‘lumun minaddin bidldlarurah) adalah terkait ke-Esaan Allah SWT, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad SAW, perkara hari kiamat, hisab (perhitungan amal) dan balasannya, serta surga dan neraka.

Orang-orang yang mengingkari perkara di atas dihukumi kafir. Tak ada toleransi bagi siapapun ummat Islam yang tidak mengerti, kecuali orang yang baru masuk Islam. Bagi yang baru masuk Islam dikasih toleransi sampai mempelajarinya, lalu selanjutnya tak ada toleransi lagi.”

Baca Juga: Naudzubillah, 4 Jenis Manusia Ini Dapat Merusak Islam

Setelah mengetahui uraian dari Sayyid Muhammad Alawi al Maliki al Makki di atas semoga menjadikan kita sebagai umat Islam yang luwes, toleran dan memiliki pandangan yang luas. Meninggalkan pemahaman-pemahaman intoleran, sempit dan kasar dalam ajaran Islam. Karena bagaimanapun Islam diturunkan Allah kepada nabi Muhammad sebagai agamanya yang rahmatanlil’alamin.

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Gambar Produk

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Alfiyan Dzulfikar
Alumni Ponpes Lirboyo Al-Mahrusiyah dan Mahasiswa Pascasarjana UNUSIA Jakarta.