Pojok PanturaPojok Pantura

Sejarah Diboikotnya Bani Hasyim Oleh Kaum Kafir Quraisy Mekah

 Sejarah Diboikotnya Bani Hasyim Oleh Kaum Kafir Quraisy Mekah | pimpinan-pimpinan kafir Quraisy Mekah bersepakat untuk memboikot bani Hasyim agar mereka menjadi lemah dan kemudian menyerahkan Rasulullah kepada mere | Pojok Pantura

Semenjak Muhammad diangkat menjadi Rasulullah dan diperintahkan pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi, beliau menargetkan keluarga, yakni bani Hasyim dan teman terdekatnya terlebih dahulu. Rasulullah bergerilya dengan sembunyi-sembunyi selama 3 tahun. Beliau meyakinkan mereka yang didatanginya untuk meninggalkan berhala untuk menyembah Allah yang maha esa.

Tak semua yang didakwahi Rasulullah mau dan berpaling dari agama nenek moyangnya itu. Ada beberapa yang bahkan menolak secara tegas dan bersumpah akan membunuh Rasulullah. Ada pula yang menolak ajakan, tetapi bersikap mendukung dan bersumpah akan melindungi Rasulullah dari segala ancaman, seperti Abu Thalib. Ada yang ikut dengan seruan Rasulullah seperti istrinya, Siti Khadijah, Ali bin Abu Thalib, segelintir dari Bani Hasyim dan sahabat-sahabat dekatnya, seperti Abu Bakar.

Pasca tahun ketiga dari kenabian itulah, atas perintah Allah, nabi Muhammad SAW menyerukan Islam sebagai agama yang paling benar secara terang-terangan. Dengan diploklamirkannya agama baru bernama Islam dan Muhammad sebagai Rasulullah di muka umum inilah timbul polemik agama, sosial, dan politik di kota Mekah.

Banyak yang menolak seruan Rasulullah. Pemimpin mereka yang keras yakni Abu Lahab dan Abu Jahal. Ada beberapa juga yang mau mengikuti ajakan Rasulullah, walaupun mengikrarkan dan ibadahnya masih sembunyi-sembunyi. Mereka yang menolak dengan keras, cenderung bertingkah mengintimidasi, mengolok-olok dan menyiksa Rasulullah dan para pemikutnya.

Beruntung Rasulullah memiliki bani Hasyim, terutama Abu Thalib yang siap melindungi dari semua tingkah buruk yang dialamatkan kepadanya dari kafir Quraisy Mekah. Hingga suatu kali pimpinan-pimpinan kafir Quraisy Mekah bersepakat untuk memboikot bani Hasyim agar mereka menjadi lemah dan kemudian menyerahkan Rasulullah kepada mereka untuk dibunuh. Hanya satu orang dari Bani Hasyim yang dikecualikan untuk diboikot. Dia ialah Abu Lahab.

Kala itu, pemimpin kafir Quraisy, termasuk Abu lahab sepakat menulis di atas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah, “Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka, kecuali jika mereka bersedia menyerahkannya (Rasulullah) untuk dibunuh.” (lihat Al-Mubarakfuri, Rahiq al-Makhtum, hal. 106)

Kejadian itu sebagian besar ulama berpendapat terjadi pada malam pertama bulan Muharram tahun 7 kenabian. Isi perjanjian yang sudah ditanda tangani banyak perwakilan suku di kota Mekah itu kemudian digantungkan di dalam Ka’bah. Pasca itu, mulailah Bani Hasyim, baik yang sudah beriman atau yang masih kafir tapi membela Rasulullah saw terisolir dan diacuhkan oleh penduduk Mekah. Bani Hasyim yang belum beriman ini tetap diboikot karena ikut-ikutan melindungi Rasulullah SAW.

Mereka pun terisolasi dan memutuskan untuk minggir ke celah bukit bernama Syi’ib milik Abu Thalib. Sebab bani Hasyim sudah tak dianggap lagi. Larangan-larangan dalam pemboikotan tersebut seperti penduduk Mekah tak boleh menikah dengan keturunan bani Hasyim, tak boleh bertransaksi jual beli, tak boleh bersosialisasi dengan mereka dan jika ada sahabat nabi SAW yang ingin membeli makanan buat bani hasyim, harganya dinaikkan dua kali lipat.

Setiap ada sahabat Rasulullah saw yang terlihat akan membeli makanan dari kafilah yang datang ke Makkah, Abu Lahab berseru pada kafilah itu, “Wahai pedagang, naikkan harga kalian untuk para sahabat Muhammad, supaya mereka tidak dapat membeli apapun!” Seru Abu Lahab. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 86)

Pemboikotan yang menyedihkan ini berlangsung cukup lama yakni tiga tahun. Dari bulan Muharram tahun ke-7 kenabian sampai bulan Muharram tahun ke-10 kenabian. Sepanjang itu, Rasulullah dan keluarganya, Bani Hasyim merasa begitu menderita. Mulai dari kekeringan, dan kelaparan mereka rasakan dengan penuh kesabaran dan keteguhan yang luar biasa.

Selesainya cobaan tersebut, ditandai dengan mulai adanya orang-orang Mekah yang bersuara untuk menghentikan pemboikotan, terutama dari Bani Qushay. Lebih lanjutnya lagi, mereka sebagai kelompok pertama bersepakat untuk membatalkan perjanjian itu. Di sisi lain, Allah telah mengutus pasukan rayap untuk memakan lembar perjanjian yang digantungkan di Ka’bah. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 86)

Allah memberitahu kepada Rasulullah bahwasanya kini lembaran berisi perjanjian itu sudah dimakan rayap. Akhirnya, Nabi mengabarkan hal tersebut pada pamannya, Abu Thalib. Lalu, Abu Thalib menghampiri orang-orang Quraisy dan menyampaikan apa yang baru saja didengar dari ponakannya. Abu Thalib kemudian menuntut mereka untuk membukanya perjanjian itu.

Singkatnya, orang Quraisy menyetujui permintaan Abu Thalib. Mereka menurunkan lembaran dari Ka’bah dan perlahan membuka lembaran yang masih tergulung itu. Semua mata tertuju. Benar saja, setelah dibuka, lembaran itu telah rusak dimakan rayap dan hanya menyisakan lafadz Allah. Akan tetapi, orang kafir Quraisy mengelak, dan malah mengira itu cuma sihir Muhammad saja. “Ah, ini semua adalah sihir keponakanmu itu.” Kekufuran mereka semakin menjadi. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 87)

Baca Juga: Jangan Mudah Memvonis Kafir, Kenali Dulu 5 Sebab Orang yang Boleh Divonis Kafir

Tak lama berselang, lima pemuka Quraisy berikrar untuk mencabut boikotnya yang sudah mereka lakukan. Kelima orang itu adalah Hisyam bin Amr bin Harits, Zuhair bin Umayyah, Muth’im bin ‘Adi, Abul Bakhtari bin Hisyam, dan Zam’ah bin Aswad. Muth’im bin ‘Adi kemduian merobek lembar perjanjian itu. Berikutnya, kelima orang tadi menemui Bani Hasyim atau orang-orang yang diboikot itu di Syi’b. Mereka pun bebas dan kembali ke rumah masing-masing.